Capacity Building Mahasiswa Osaka University dalam Penanganan Masalah Kesehatan di Indonesia

[slideshow_deploy id=’14252′]

Yogyakarta – Enam belas mahasiswa pascasarjana Osaka University dengan latar belakang ilmu budaya, sosial dan kedokteran, bersama dengan 14 mahasiswa Fisipol UGM mengadakan kunjungan audiensi ke FK UGM Kamis (16/2). Mereka diterima oleh Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan dr Yodi Mahendradhata, MSc, PhD yang didampingi dosen-dosen senior FK UGM Prof Yati Soenarto, Prof Sofia Mubarika, Prof Madarina Julia, dr Yanri Wijayanti, PhD., SpPD, dr Fatwa Sari Tetra Dewi, PhD, dr Ida Safitri, SpA dan dr Retno Sutomo, PhD, SpA. Kunjungan audiensi yang merupakan rangkaian dari ‘Joint Lecture on Multicultural and Co-existence’ kolaborasi Fisipol UGM dan Osaka University dikemas dalam format penyampaian  paparan tentang kesehatan masyarakat dan kesehatan anak serta updates penyakit-penyakit tropis meliputi penyakit menular maupun tidak menular. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas ke-30 mahasiswa pascasarjana mengenai masalah kesehatan di Indonesia.

Paparan pertama oleh dr Fatwa Sari Tetra Dewi, PhD menjelaskan tentang pengendalian NCD (non communicable diseases) atau dikenal sebagai penyakit kronis. Penyakit ini tidak ditularkan orang per orang, meliputi penyakit-penyakit kardiovaskuler (stroke dan serangan jantung), kanker, diabetes dan penyakit penapasan kronis seperti asma.  NCD menyumbang 70% angka kematian di seluruh dunia. Meningkatnya kasus-kasus NCD terutama didorong 4 faktor risiko utama berkaitan dengan gaya hidup, yaitu diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik/olah raga, konsumsi tembakau dan alkohol. Terjadi perubahan penyebab kematian utama di negara berkembang yang pada era 90-an didominasi oleh penyakit-penyakit menular (infeksi pernapasan, diare, TB, malaria), sudah mulai bergeser ke NCD di tahun 2013. Para ahli menengarai hal ini dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat sehingga penanganan NCD menerapkan prinsip-prinsip yang komprehensif mulai dari pemberdayaan masyarakat dan komunitas, adanya jaminan kesehatan universal, pendekatan humanisme, pendekatan berbasis keadilan sosial, penanganan multi sektoral melalui program-program berbasis kebijakan nasional bekerja sama dengan mitra internasional. Pengendalian NCD di Indonesia melalui 2 pendekatan, yaitu deteksi dini yang akan menjadi program nasional serta layanan pos kesehatan terpadu (dulunya dikenal dengan layanan kesehatan ibu dan anak).

Tantangan penyakit menular & HIV di Indonesia disampaikan oleh dr Yanri Wijayanti, PhD., SpPD. Sebagai salah satu negara yang belum berhasil memenuhi target MDG, Indonesia masih dibebani permasalahan 6 penyakit menular utama yaitu TB, HIV, malaria, leptosprirosis, typhoid dan hepatitis. Kasus HIV pertama kali ditemukan di Indonesia tahun 1987, dan upaya penanganannya baru dimulai tahun 1994 hingga kemudian menjadi program penanganan nasional di tahun 2004. Meskipun terjadi penurunan angka kematian kasus HIV, tantangan yang masih dihadapi dari aspek epidemiologi penyebaran HIV banyak ditemukan pada hidden population seperti pekerja seksual, transgender, pengguna obat terlarang dan gay. Bahkan saat ini juga ditemukan kasus HIV pada perempuan hamil dan balita sehingga perlu penanganan khusus, pendekatan sosial kultural secara komprehensif tidak hanya ke pasien tapi juga keluarga dan lingkungannya dengan selalu mengedepankan nilai-nilai humanisme.

Dalam sesi diskusi, moderator dr Awalia Febriana, PhD, SpKK menambahkan materi pemahaman dan penanganan HIV sudah masuk dalam kurikulum di FK UGM terkait dengan Sexually Transmitted Infections (STIs) atau STD (Sexually Transmitted Diseases (STDs) atau juga dikenal sebagai Venereal Diseases (VD).  Wakil Dekan dr Yodi Mahendradhata, MSc, PhD dengan kepakaran di bidang global health & disease control juga ikut menambahkan penjelasan mengenai tantangan utama eliminasi TB. Ada beberapa hal seperti tantangan transfer alat dan teknologi, ketidakcukupan alat untuk memerangi TB, hanya 2/3 dari kasus diperkirakan dilaporkan atau terdeteksi, kebijakan kesehatan yang lemah (sistem dan layanan), determinan sosial  ekonomi dan masalah pendanaan.

Adapun masalah kesehatan anak yang menonjol di Indonesia sebagai negara berkembang seperti disampaikan dr Retno Sutomo, PhD, SpA meliputi masih tingginya angka kematian anak, beban ganda masalah gizi, penyakit menular dan penyakit tidak menular. Dari tahun ke tahun Indonesia sudah berhasil menurunkan angka kematian anak meskipun angkanya masih terbilang tinggi yaitu di tahun 2015, tingkat kematian anak < 5 tahun (per 1.000 kelahiran hidup) di Indonesia tercatat 27, kematian bayi 23 dan neonatal 14. Sebagai perbandingan, tingkat kematian anak  < 5 tahun di Jepang sebagai negara maju hanya 3, kematian bayi (2) dan neonatal (1). Solusi penanganan masalah kesehatan anak dipaparkan oleh dr Ida Safitri, SpA melalui IMCI (Integrated Management of Childhood Illness), suatu pendekatan terpadu terintegrasi dalam tata laksana balita sakit yang pertama kali dikenalkan oleh WHO. IMCI berfokus pada kesehatan balita (0-59 bulan) secara menyeluruh  sebagai strategi upaya layanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita di negara-negara berkembang.

Profesor Toshiya Tsukamoto selaku koordinator program menyampaikan bahwa Osaka University telah menjalin kemitraan dengan Departemen Hubungan Internasional, Fisipol UGM melalui penyelenggaraan Doctoral Program for Multicultural Innovation (RESPECT Program: revitalizing and enriching society through pluralism, equity and cultural transformation). Tiap tahun mereka menggelar kuliah bersama sebagai implementasi global communication course, dan pada tahun ini mengagendakan audiensi ke FK UGM untuk menambah wawasan mengenai masalah kesehatan di Indonesia sehingga mahasiswa bisa ikut berkontribusi melalui program pemberdayaan masyarakat dan komunitas dengan pendekatan-pendekatan religi dan sosial budaya. Profesor Sofia Mubarika menggarisbawahi bahwa masalah kesehatan bertalian erat dengan masalah-masalah sosial budaya sehingga melalui audiensi ini diharapkan terjalin jejaring kolaborasi Osaka-UGM dalam solusi penanganan kesehatan secara lintas disiplin keilmuan dan multi sektoral.    \sari