FK-UGM. Bioetika merupakan wujud nyata transdisiplin yang erat kaitannya dengan implikasi etika dari berbagai aplikasinya yang berdampak pada kehidupan manusia. Isu terkait bioetika dalam ranah kedokteran menjadi hal penting di mana pelayanan kesehatan terikat dengan nilai-nilai etik yang patut dijunjung sebagai dasar pelaksanaan pelayanan. Menanggapi isu tersebut, Center for Bioetics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada berkolaborasi dengan Harvard Medical School menghelat konferensi bertajuk Bioethics Conference and Workshop: Ethics for the Vulnerable. Acara yang dilaksanakan di awal tahun 2018 (03/01) menghadirkan sekitar 200 peserta dari berbagai daerah ini merupakan pembuka rangkaian acara konferensi dan workshop yang akan dilaksanakan selama tiga hari ke depan.
Dalam pembukaan dan sambutannya Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng. mengapresiasi kolaborasi ini. “Pelaksanaan kegiatan ini tidak lepas dari komitmen Universitas Gadjah Mada sebagai World Class University dimana UGM tidak hanya mengembangkan monodisiplin ilmu pengetahuan, melainkan multidisiplin dan transdisiplin termasuk bioetika,” tuturnya. Rektor UGM juga menambahkan bahwa topik tersebut sesuai dengan Universitas Gadjah Mada sebagai universitas kerakyatan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan di atas segalanya.
Konferensi yang menggunakan ruang Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini menghadirkan pembicara utama yaitu Dirjen Sumber daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD dan Direktur BPJS, Prof. Dr. dr. Fahmi Idris, M.Kes. Pada pemaparan yang disampaikan Prof. Ali Ghufron, bioetika memiliki peran penting sebagai problem solver dalam pemberian pelayanan kesehatan guna tercapainya kualitas hidup yang setinggi-tingginya bagi masyarakat sesuai dengan SDG’s termasuk di dalamnya kelompok rentan (Vulnerable Population) sebagai prioritas utama. Beliau turut menambahkan perlunya reformasi pendidikan tinggi dan reformasi kesehatan sehingga setiap warga negara dapat dengan mudah mengakses fasilitas kesehatan. Hal ini turut dipaparkan oleh Prof. Fahmi Idris bahwa dengan adanya JKN menunjukkan adanya peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat yang tentunya termasuk didalamnya kelompok rentan yang menjadi prioritas dalam pelayanan.
Konferensi yang kemudian dilanjutkan dengan sesi panel dengan sub-tema Care for the Vulnerable, s turut menarik minat peserta dalam sesi diskusi bersama narasumber. Isu bioetik dalam pelayanan medis yang diangkat oleh pembicara dr. Yanri Wijayanti Subroto, PhD, Sp.PD dan Jolion McGreevy, MD, MPH, MBE, MST pada aspek prinsip bioetik dimana adanya pertentangan antara prinsip respect for autonomy dengan beneficence khususnya pada kelompok rentan dengan situasi dimana tidak adanya motivasi pasien dalam memperoleh pelayanan medis yang optimal. Jolion McGreevy dalam diskusi memaparkan perlunya adanya penerapan virtue ethic dan narrative ethic dalam penanganan isu terkait dan dapat dilakukan analisis secara etis sehingga dapat ditentukan intervensi terbaik.
Pada sesi diskusi, dr. Yanri pun turut memberikan rekomendasi dalam pemberian pelayanan kelompok rentan. “Perlu adanya perbaikan pada stuktur pelayanan, jaminan kesehatan, home-based care, network, partnership, transportation money, pengkoordinasian antara kementerian kesehatan dan kementerian sosial, upaya pelayanan primer dan peningkatan kompetensi tenaga medis dimana hal-hal ini diharapkan mampu mengatasi tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan seperti hambatan pada aspek stuktural, medis, infrastruktur dan rendahnyaa dukungan dari berbagai dalam pelayanan kesehatan”, ujarnya.
Dua sesi panel terakhir terkait Ethical Practices with Vulnerable Population disampaikan oleh Prof. Yati Soenarto, Sp.A(K), Ph.D dan Rebecca Brendel, JD, MD serta Promoting Bioethic oleh Prof. Dr. dr. Agus Purwodianto, DFM, SH, MSi, SpF(K) dan Christine Mitchell, RN, MS, MTS, FAAN menjadi pemungkas konferensi. (Rafi/Reporter; Dian/Foto)