Biaya Penyakit Infertilitas Tinggi di Indonesia

FK-KMK UGM. “Infertilitas merupakan isu global dalam kesehatan reproduksi yang dialami oleh 22,3% pasangan dan merupakan suatu bagian yang harus menjadi perhatian. Kurangnya informasi mengenai akses pelayanan dan kesiapan finansial menjadi salah satu hambatan pasangan infertil, sehingga tidak mendapatkan penanganan sejak dini,” papar mahasiswa program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Fitri Damayanti, SKM., MPH., saat menjalani ujian terbuka Promosi Doktor, Jumat (30/7) secara daring.

Melalui penelitian “Cost of Illness Infertilitas di Indonesia”, Fitri Damayanti ingin memberikan gambaran tentang alokasi anggaran atau biaya yang dibutuhkan untuk terhindar dari satu kasus infertilitas (avoidable cost) dari perspektif sosial dengan mengestimasi biaya langsung medis, ibaya langsung non medis, biaya tidak langsung dan biaya nirwujud.

“Pengobatan medis untuk masalah infertilitas sangat mahal. Meskipun biaya tinggi, tetapi cakupan asuransi kesehatan dari pengobatan tersebut terbatas. Terapi untuk kesuburan banyak dicari terutama oleh perempuan dari pasangan yang berpendidikan dan memiliki status ekonomi yang tinggi,” imbuhnya.

Fitri Damayanti juga menegaskan bahwa meskipun penggunaan teknologi reproduksi berbantu (ART) semakin meningkat di seluruh dunia, khususnya di Indonesia ditandai dengan bertambahnya jumlah klinik infertilitas. Namun hanya ada sedikit yang memberikan pemahaman tentang perspektif ekonomi ART untuk menginformasikan kebijakan tentang pembiayaan ART yang efektif, aman, dan adil.

“Kesenjangan terjadi antara jumlah prevalensi infertilitas dan yang mencari pengobatan sangat kompleks, masalah biaya yang dikeluarkan dari kantong pribadi sangat signifikan menjadi hambatan untuk mengakses pengobatan, dan biaya untuk program ini sangat mahal. Oleh karena itu, pembiayaan untuk program infertilitas perlu dilakukan penghitungan dan beban infertilitas dari sisi ekonomi, kesehatan, sosial psikologis dan kualitas hidup”, ujarnya.

Penelitian yang dikerjakan Fitri Damayanti ini menggunakan mix method explanatori dengan melibatkan 214 responden untuk kuesioner dan 17 informan untuk wawancara mendalam.

“Infertilitas merupakan masalah kesehatan reproduksi yang membawa implikasi psikososial yang negatif, double burden of disease karena pembiayaan yang tinggi dan menyebabkan pengeluaran katastropik dan beban psikologis,” pungkasnya.

Penelitian dengan promotor Prof. dr. Moch. Anwar, HSA., M.Med.Sc., SpOG(K) ini berhasil mengantarkan Fitri Damayanti meraih gelar Doktor UGM ke-5.249 dengan Indeks Prestasi Kumulatif 3,80. (Wiwin/IRO)