FK-KMK UGM. Pengobatan tradisional masih eksis hingga kini. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana metode ini dijadikan sebagai alternatif oleh masyarakat. World Health Organization (WHO) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Global Perdana Tahun 2023 tentang Pengobatan Tradisional pun mengistilahkan pengobatan tradisional sebagai Traditional & Complementary Medicine (T&CM).
Dengan bekal bakti pada ibunya, Prof. Intansari Nurjannah, S.Kp., M.NSc., Ph.D., mengabdikan ilmunya untuk mendalami bidang studi tersebut.
Pada pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) di Bidang Keperawatan Jiwa dan Komunitas pada Selasa (30/4) di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM, Prof Intan mengakui bahwa pelayanan kesehatan tradisional ini ditekuninya saat sedang merawat ibunya.
“Berbekal the power of love, kami tidak kenal lelah mencari alternatif pengobatan selain pengobatan medis, dan pada akhirnya menemukan terapi Sujok,” terangnya.
Pada pidato berjudul ‘Terapi Sujok Sebagai Bagian dari Pelayanan Kesehatan Tradisional untuk Mengatasi Masalah Fisik dan Psikologis di Tatanan Klinis dan Komunitas’ tersebut, Prof Intan menyampaikan terapi Sujok dapat menjadi pilihan prioritas untuk dipelajari dan diaplikasikan karena lebih mudah bagi tenaga kesehatan dan tergolong murah bagi pasien.
Terapi Sujok berasal dari Korea yang ditemukan pertama kali oleh Prof Park Jae Woo seorang filsuf asal Korea Selatan. Pada praktiknya, terapi ini dilakukan dengan menstimulasi area atau titik tertentu pada tangan dan kaki pasien. Bahkan, Sujok pun telah ditransformasikan per tahun 2009-an oleh Prof Park melalui Sujok Triorigin yang dapat menjangkau dimensi mind, body,life, and soul pada manusia.
“Sampai saat ini, pelayanan kesehatan tradisional dengan terapi Sujok secara formal, belum ada di rumah sakit dan puskesmas Indonesia, sehingga perlu menjadi perhatian,” sambungnya.
Prof Intan menjelaskan bahwa upaya mensosialisasikan terapi Sujok telah dilakukannya di berbagai puskesmas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Diantaranya, Puskesmas Turi, Puskesmas Gamping II dan Puskesmas Jetis II Bantul.
“Pada tahun 2024 akan disusun rencana pembukaan pelayanan kesehatan tradisional terapi Sujok di Puskesmas Jetis II Bantul bekerjasama dengan FK-KMK UGM,” tambahnya.
Pada penelitiannya di Puskesmas Jetis II Bantul pun, ditemukan peningkatan kunjungan rutin dari pasien hipertensi dan diabetes pada Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) karena adanya pelayanan terapi Sujok yang dimotori dari program pengabdian masyarakat FK-KMK UGM sejak tahun 2023 silam.
Pada akhir acara, Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., turut memberikan sambutan bangga kepada Prof Intan. Ia menyampaikan bahwa Prof Intan merupakan guru besar kedua yang lahir dari Program Studi Ilmu Keperawatan FK-KMK UGM.
“Semoga semakin banyak guru besar baru di masa mendatang – dari ilmu keperawatan,” tutupnya.
Berkat baktinya, wujud cita Prof Intan ini telah mendorong perwujudan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs). Secara khusus, tujuan ke 4 yakni Pendidikan Berkualitas, diikuti tujuan ke SDGs 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera. (Isroq Adi Subakti/Reporter)