Berbagi Penelitian Keamanan Obat Pada Severe Cutaneous Adverse Reactions (SCARs)

FK-KMK UGM. Untuk yang kedua kali Associate Professor dari Departemen Dermatology, National Taiwan University, Chia Yu Chu, MD, PhD, berkesempatan memberikan materi yang bertajuk “Update Clinical Allergy and Immunology”, Rabu (18/08) dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Departemen Dermatologi dan Venerologi, Departemen Farmakologi dan Terapi FK-KMKUGM bersama dengan Dapartemen Dematologi National Taiwan University Hospital secara daring.

Pada kesempatan kali ini, Prof. Chia membagikan hasil penelitiannya mengenai “Pharmacovigilance of Severe Cutaneous Adverse Reactions (SCARs)”

“Pada dasarnya SCARs merupakan sekelompok reaksi obat merugikan yang berpotensi mematikan yang melibatkan kulit dan selaput lendir dari berbagai permukaan tubuh seperti mata, telinga, dan bagian dalam hidung, mulut, dan bibir. Dalam kasus yang lebih parah, SCARs juga melibatkan kerusakan serius pada organ dalam.”, ungkap Prof. Chia

Severe Cutaneous Adverse Reactions (SCAR) belakangan ini dianggap mengancam jiwa bagi penduduk di wilayah Asia seperti Indonesia dan Taiwan. Jenis penyakit ini terdiri dari sindrom Stevens-Johnson/nekrolisis epidermal toksik (SJS/TEN), reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik (DRESS), pustulosis eksantematosa generalisata akut (AGEP), dan erupsi obat tetap bulosa umum (GBFDE).

Maka dari itu, hingga saat ini semakin banyak pusat penelitian yang meneliti tentang SCARs di Taiwan, terutama National Taiwan University Hospital. Selain itu, Taiwan juga sudah memiliki sitem penanganan obat yang komprehensif dengan adanya Drug Relief Foundation (DRF) yang diinisasi oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan (MOHW) Taiwan.

Foundation ini memilik beberapa misi. Pertama, pengelolaan pengumpulan dana bantuan yang disumbangkan dari perusahaan farmasi termasuk manufaktur, dan importir. Kedua, Investigasi aplikasi yang diajukan oleh pasien yang mungkin menderita reaksi obat yang merugikan. Ketiga, pelepasan pembayaran dana kepada pemohon yang disetujui. Kempat, pendidikan untuk masyarakat umum tentang program bantuan obat dan reaksi obat yang merugikan. Kelima, Pelaksanaan proyek terkait farmakovigilans pascapasar pada obat-obatan, alat kesehatan, dan suplemen makanan.

Prof. Chia berharap agar Indonesia juga dapat meningkatkan sistem penanganan obat secara mandiri dan komprehensif seperti yang dimiliki oleh Taiwan. Bahkan akan lebih baik apabila ada sebuah inisiatif dari masyarkat maupun lembaga swasta yang turut serta dalam penaganan obat tersebut seperti mendirikan Foundation. (Yuga/Reporter)

Berita Terbaru