Belajar Penatalaksanaan Hipertensi Paru dari Kobe University

FK-KMK UGM. Hipertensi paru merupakan penyakit yang bisa terjadi pada pembuluh arteri paru atau akibat dari penyakit primer. Pengelompokan hipertensi paru dalam lima tipe mempermudah para dokter untuk mendiagnosis dan melakukan tatalaksana. Kesadaran para dokter tentang hipertensi paru perlu ditingkatkan, mengingat saat ini alat diagnosis dan obat-obatan yang efektif telah tersedia.

Pakar hipertensi paru dari Kobe Pharmaceutical University/Kobe University Jepang, Profesor Noriaki Emoto, Kamis (18/7), yang juga kolaborator riset Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-KMK UGM mengingatkan pentingnya deteksi dini dan diagnosis yang tepat terutama pada kasus penyakit jantung bawaan yang prevalensinya masih tinggi di Indonesia. Dalam data register Congenital HeArt Disease in adult-Pulmonary Hypertension (COHARD-PH) yang dilakukan di FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito, didapatkan hampir 80% pasien mengalami hipertensi paru.

Profesor Emoto menekankan tentang pentingnya memfokuskan penelitian pada populasi penyakit jantung bawaan sebagai keunggulan riset di FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito. Dalam kuliah di Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, profesor yang telah menjadi supervisor doktoral beberapa dosen FK-KMK UGM ini menerangkan mekanisme hipertensi paru pada penyakit paru kronis dan penyakit jantung bawaan. Dalam kesempatan ini, beliau mengajak para dokter untuk memikirkan tentang penelitian translasional sebagai jembatan antara penelitian kedokteran dasar dan terapan di klinis.

Beliau mencontohkan keberhasilan penemuan endothelin pada tingkat seluler dan aplikasi pengobatan hipertensi paru dengan obat penyekat reseptor endothelin, dimana beliau termasuk salah satu penemunya. Kolaborasi riset antara Profesor Noriaki Emoto dengan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-KMK UGM antara lain identifikasi variasi genetik pada ASD-PH dan skrining penyakit jantung bawaan pada anak-anak SD di Yogyakarta. (Anggoro Budi Hartopo/Kontributor; Foto: dok.panitia)