FK-KMK UGM. Musim penghujan yang tidak menentu batasnya dengan kemarau mengakibatkan beberapa perubahan kondisi di sekitar kita. Hujan yang datang tiba-tiba setelah hari yang panas membuat kita sulit memprediksi cuaca. Cuaca yang sangat mudah berubah ini menyebabkan datangnya penyakit, termasuk leptospirosis.
dr. Risalia Reni Arisanti, MPH, seorang peneliti di Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM menjelaskan penyakit leptospirosis dalam Tropmed Talk Episode 13 pada Sabtu (15/4) dengan judul “Leptospirosis di Musim Penghujan, Bagaimana Mewaspadainya?”.
Menurut dr. Santi, leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang terkandung di dalam air dan tanah, yang mengandung urine binatang (tikus, kuda, sapi). Bakteri ini menular ke manusia melalui kulit yang terbuka akibat luka dan selaput lendir. “Yang menjadi masalah adalah kadang-kadang seseorang tidak sadar bahwa ada luka pada bagian tubuhnya,” tambah dr. Santi.
Pada musim penghujan kali ini, kasus leptospirosis di DI Yogyakarta meningkat. Hal ini karena bakteri bisa dengan mudah menyebar melalui genangan air. “Bakteri tersebut juga bisa bertahan lebih lama di dalam air hingga ia berkembang karena mereka menyukai keadaan yang lembab,” tambahnya.
Gejala leptospirosis pada awalnya mirip dengan flu (demam, sakit kepala, mata merah, nyeri pada bagian tubuh tertentu). Hal ini yang menyebabkan banyak pasien terlambat mendapat penanganan. Tingkat kematian leptospirosis di DIY cukup tinggi, pada tahun 2023 ada 6 kematian dari 90 kasus yang dilaporkan. “Kematian bisa terjadi karena leptospirosis yang tidak segera ditangani bisa menyerang hati, ginjal, bahkan bisa sampai menyebabkan infeksi selaput otak,” terang dr. Santi.
Menurut dr. Santi, salah satu tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah menjaga kebersihan sanitasi. Selalu mencuci tangan setelah dari luar dan tidak mengkonsumsi air mentah juga menjadi kebiasaan yang harus digalakkan. “Yang terakhir, kita harus peka terhadap diri sendiri sehingga segera menyadari jika ada luka terbuka pada tubuh,” pungkas dr. Santi.
Upaya menjaga kesehatan dan kebersihan merupakan hal yang penting. Jika dilakukan secara berkelanjutan makan dapat membawa dampak positif bagi kehidupan seperti terhindar dari bahasa Leptospirosis. Edukasi yang dilakukan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke- 3 yakni, Kehidupan Sehat dan Sejahtera. (Nirwana/Reporter – Editor/Fikri Wahiddinsyah).