Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Terapi Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sampai saat ini masih banyak dibicarakan dan belum ditemukan cara terapi tunggal yang dianggap paling efektif. Terapi psikososial penanganan perilaku anak ADHD yang dilakukan oleh orangtua merupakan salah satu cara terapi nonfarmakologis yang masih perlu dikembangkan dan penerimaan orangtua terhadap anak merupakan bekal bagi orangtua agar dapat memberikan intervensi terhadap anaknya dengan baik.

Kehadiran anak merupakan salah satu tujuan bersama untuk mengasuh dari pasangan suami istri sebagai orang tua. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) dalam Statistikal Manual of Mental Disorder Fourth edition, akan disebut sebagai gangguan hiperkinetik pada Pedoman dan Penggolongan Gangguan Jiwa III-PPDGJ. Anak ADHD ditandai oleh gangguan memusatkan perhatian, hiperaktivitas motoric dan impulsivitas yang kronis, sering menetap sejak anak-anak hingga remaja. Orang tua tidak mudah dapat memahami perilaku anak ADHD, berbagai upaya dilakukan dan dicari agar anaknya dapat berperilaku seperti anak pada umumnya.

ADHD pada anak berdampak pada beberapa aspek kehidupan anak, antara lain, penurunan prestasi hasil belajar di sekolah, gangguan fungsi sosial pada anak dan hubungan dengan orang tua menjadi kurang baik. “Selain bentuk perhatian kepada anak, peran orang tua dalam kemajuan masa depan anak dikemudian hari juga penting,” ungkap dr. Budi Pratiti dalam presentasinya.

Selain berdampak kepada anak, dapat pula berdampak kepada konflik pasangan suami istri, frustasi pada orang tua dan keluarga lain serta merugikan bagi diri sendiri. “Berdasarkan penelitian, orangtua berperan besar dalam kepatuhan minum obat anak ADHD”, ujar beliau. Menurut dr. Budi Pratiti, diperlukan waktu dan upaya bagi orangtua untuk dapat menerima keadaan anaknya.

Masih menurut beliau, diperlukan alat ukur yang mudah, tepat dan akurat untuk menilai penerimaan orang tua terhadap anak agar orangtua dapat merawat dan menangani anaknya dengan sepenuh hati. Penelitian ini melibatkan anak ADHD dan orangtuanya pada siswa-siswi kelas 2-6 dengan rentang usia 8-12 tahun pada sekolah model inklusi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa anak laki-laki lebih banyak dibanding anak perempuan, 3 : 1 dari total subjek terjangkau 765 murid.

Meskipun telah dilakukan riset selama lebih dari 40 tahun, penyebab pasti dan patofisiologi ADHD belum diketahui.tidak satupun faktor yang bisa dikatakan sebagai penyebab tunggal, maka ADHD dipahami sebagai suatu keadaan proses perkembangan otak yang kompleks.biasannya faktor umum penyebab ADHD adalah genetic, prenatal dan perinatal, proses kimia di otak, stressor psikososial dalam keluarga dan lingkungan, struktur otak dan abnormalitas fungsi otak.

Dr. dr. Budi Pratiti, Sp.KJ dalam disertasi dengan judul Model Pemberdayaan Orangtua Berbasis Penerimaan Terhadap Anak Dalam Perbaikan Perilaku Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) di Yogyakarta memperoleh predikat sangat memuaskan dibawah bimbingan Prof. Dr. Sunartini, Sp.A(K)., Ph.D. Sebagai hasil disertasinya yaitu intervensi orangtua yang berbasis penerimaan orangtua terhadap anak ADHD berpengaruh terhadap perubahan perilaku anak ADHD. Beliau merupakan Doktor ke-2991 di UGM.

(Sumber: Disertasi Budi Pratiti)

Berita Terbaru