ASM 2025 dalam Upaya Penanggulangan Tuberkulosis

FK-KMK UGM. Tuberkulosis (TBC) masih menjadi tantangan besar bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penderita TBC terbanyak kedua di dunia setelah India, Indonesia menghadapi permasalahan kompleks dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit ini. Sejalan dengan upaya Kementerian Kesehatan dalam mengimplementasikan Transformasi Bidang Kesehatan, Annual Scientific Meeting (ASM) 2025 mengangkat tema “Penanggulangan Tuberkulosis dalam Perspektif Transformasi Bidang Kesehatan.”

TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui droplet dari penderita ke individu sehat. Diperkirakan, sekitar sepertiga hingga seperempat dari populasi dunia telah terinfeksi, dengan 15-20% mengalami infeksi aktif. Kendala utama dalam penanggulangan TBC adalah sulitnya deteksi dini dan diagnosis yang akurat.

Menurut Prof. dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D., Sp.PD-KPTI, Ketua Panitia ASM 2025, meskipun tuberkulosis dapat diobati dengan terapi yang berlangsung selama enam bulan, efek samping yang ditimbulkan bisa sangat signifikan. Jika pasien berhenti menjalani pengobatan (drop out), ia berisiko menjadi sumber penularan yang tak terbatas. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan skrining TBC secara menyeluruh melalui contact tracing, sehingga orang-orang yang berisiko, seperti kontak dekat pasien, segera dapat diidentifikasi, dilakukan skrining TBC, dan memperoleh terapi yang diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit ini lebih lanjut.

Seiring kemajuan teknologi, inovasi seperti tes cepat molekuler (GenXpert), Computer-Assisted Detection (CAD) yang mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dengan X-ray telah mulai diterapkan. Salah satu proyek penelitian yang menjadi pionir dalam pemanfaatan CAD adalah Zero-TB Project di Yogyakarta. Selain itu, e-nose, sebuah teknologi berbasis pendeteksian substansi volatile yang dikembangkan oleh para ahli di Universitas Gadjah Mada (UGM), terus dikembangkan untuk deteksi dini TBC dengan metode yang lebih cepat dan non-invasif.

Prof. Yanri berharap, melalui ASM 2025, solusi konkret dalam mempercepat eliminasi TBC, dan masyarakat dapat memiliki akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan. Forum ilmiah tahunan ini bukan hanya menjadi ajang bertukar ide antara tenaga kesehatan, peneliti, dan akademisi, tetapi juga sebagai wadah untuk menghasilkan kebijakan yang berbasis bukti dan inovasi teknologi.

Dalam sambutannya pada acara ASM yang diselenggarakan di Auditorium Lantai 5 RS Akademik UGM pada tanggal 15 Februari, Dekan FK-KMK UGM Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D, FRSPH menyampaikan bahwa tantangan dalam upaya eliminasi tuberkulosis menuntut kita untuk semakin mandiri dalam mengembangkan kebijakan, riset, dan inovasi berbasis bukti. Beliau juga menyoroti dampak keputusan pemerintah AS yang keluar dari WHO telah menyebabkan melemahnya peran Centers for Disease Control and Prevention (CDC), National Institutes of Health (NIH), World Health Organization (WHO), dan United States Agency for International Development (USAID), yang berdampak signifikan pada situasi tuberkulosis di tingkat global, serta penurunan pendanaan bantuan luar negeri, khususnya untuk riset dan inovasi tuberkulosis. “Harapannya, forum ini tidak hanya menghasilkan rekomendasi kebijakan, tetapi juga dapat menginspirasi terobosan dan inovasi baru yang memungkinkan kita tetap berada pada jalur yang tepat dalam upaya eliminasi tuberkulosis,” tutup Prof. Yodi.

ASM merupakan forum ilmiah tahunan yang mempertemukan para ahli, akademisi, dan praktisi kesehatan dalam membahas berbagai isu strategis di bidang kesehatan. ASM bertujuan untuk memperkaya wawasan, meningkatkan kolaborasi, dan mendukung implementasi kebijakan berbasis penelitian dan inovasi teknologi. ASM diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Gadjah Mada Kedokteran (KAGAMADOK) dan merupakan kegiatan dari rangkaian peringatan Dies Natalis ke-79 FK-KMK UGM, HUT ke-13 Rumah Sakit Akademik UGM, HUT ke-43 RSUP Dr. Sardjito, dan HUT ke-97 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Kegiatan tersebut sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDG’s, terutama SDG 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4 Pendidikan Berkualitas, SDG 10 Berkurangnya Kesenjangan, SDG 11 Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan, dan SDG 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. (Dian Paramitasari/Humas)