Anak Terlambat Bicara, Apa Penyebabnya?

FK-KMK UGM. dr. Retno Sutomo, Sp.A(K), Ph.D. menyatakan bahwa 5%-10% anak di Indonesia mengalami keterlambatan bicara. Bahkan, di RSUP Dr. Sardjito, 50% pasien yang datang ke Klinik Tumbuh Kembang mengalami kasus yang sama, yaitu keterlambatan bicara.

Dalam Bincang Sehat RAISA (Radio Indonesia Sehat) Kamis (6/4), dr. Retno Sutomo, Sp.A(K), Ph.D. dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-KMK UGM dan Klinik Tumbuh Kembang RSUP Dr. Sardjito akan memberikan pemaparan terkait keterlambatan bicara pada anak dengan judul “Ketika Anak Terlambat Berbicara”.

Masalah keterlambatan bicara menurut dr. Retno tidak hanya terjadi karena adanya gangguan perkembangan, terutama dalam hal bahasa dan berbicara. Gangguan fungsi pendengaran merupakan salah satu penyebab keterlambatan bicara yang jarang terdeteksi oleh orang tua. “Ada banyak kasus terlambat bicara ternyata penyebabnya adalah gangguan fungsi pendengaran, namun hal ini terlambat diketahui sehingga kasus tersebut lebih sulit untuk ditangani,” tambahnya.

Apabila terlihat tanda-tanda adanya gangguan pendengaran pada anak, orang tua harus segera membawanya ke fasilitas kesehatan terdekat. “Tanda adanya gangguan pendengaran adalah anak tidak merespon ketika mendengar suara. Respon yang diberikan oleh anak biasanya berkedip, atau akan meningkat menjadi menoleh seiring dengan bertambahnya usia,” jelas dr. Retno.

Padahal, janin sejak usia 22 minggu sudah bisa mendengar. Oleh karena itu, dianjurkan kepada calon orang tua dan orang tua untuk aktif mengajak janin berbicara sejak masih di dalam kandungan. Selain gangguan fungsi pendengaran, keterlambatan bicara pada anak juga dipengaruhi oleh kelahiran prematur dan berat badan rendah saat lahir. Maka dari itu, seorang ibu memiliki kewajiban untuk memenuhi nutrisi dirinya dan janin yang ia kandung supaya berkembang dengan baik.

Penanganan pertama pada anak yang mengalami keterlambatan bicara adalah membawanya ke fasilitas kesehatan terdekat. Orang tua harus menyadari kondisi ini sedini mungkin karena semakin banyak usia anak, maka penanganannya akan lebih sulit. Bagi orang tua yang belum memiliki anak, sebaiknya mempersiapkan diri dengan edukasi terkait perkembangan anak. Salah satu yang harus diperhatikan adalah stimulasi yang diberikan kepada anak. Dalam masa perkembangannya, anak harus banyak diajak bicara secara langsung. Memberikan tontonan berupa video dan acara televisi tidak memberikan dampak positif bagi perkembangan anak.

Kegiatan ini mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yang ke-3 yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera, dikarenakan memberikan pelayanan penanganan secara maksimal. Sehingga tumbuh kembang anak lebih baik. (Nirwana/Reporter – Editor/Lucia Widartini).