Alumni FK-KMK UGM Terpilih sebagai Delegasi dalam 72nd Lindau Nobel Laureate Meeting 2023

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM memiliki salah satu tujuan untuk menghasilkan penelitian dan inovasi kedokteran/kesehatan yang menjadi rujukan nasional maupun internasional. Tujuan ini terwujud melalui kegiatan 72nd Lindau Nobel Laureate Meetings 2023 yang mengirim delegasi tak hanya dosen dan mahasiswa, tetapi juga alumni FK-KMK. Ada 2 alumni FK-KMK UGM yang terpilih menjadi delegasi dalam kegiatan tersebut, yaitu dr. Nova Yuli Prasetyo Budi (alumni FK-KMK angkatan tahun 2011) dan dr. Alvin Santoso Kalim (alumni FK-KMK angkatan tahun 2012).

dr. Nova mengaku bahwa sebagai ilmuwan muda, dirinya sangat ingin mengikuti kegiatan ini demi menemukan insight atau wawasan baru dari para Nobel Laureates (penerima hadiah Nobel) dan ilmuwan-ilmuwan muda lain dari penjuru dunia yang ikut serta sebagai delegasi. “Sebagai ilmuwan muda yang hadir dalam kegiatan ini, kita dapat berinteraksi, berdiskusi dan mendapatkan masukan langsung dari para Nobel Laureates,” tambahnya. Kedua alumni bisa ikut dalam seleksi pemilihan delegasi atas rekomendasi yang diberikan oleh Departemen Bedah FK-KMK UGM dan Direktorat Penelitian UGM.

Dalam Lindau Nobel Laureate Meeting ini, ada banyak kegiatan yang diikuti, seperti lecture, diskusi, kegiatan olahraga, dan perjalanan ke pulau. “Menurut saya, masih jarang kegiatan yang memilih penerima nobel sebagai pembicara. Jadi, pengalaman mengikuti kegiatan seperti ini sangat menarik bagi saya,” jelas dr. Alvin. dr. Alvin juga menambahkan bahwa selain ilmu pengetahuan, para peserta bisa mendapatkan koneksi dengan sesama delegasi. “Kami bertukar kartu nama dan berharap bisa berkolaborasi dalam penelitian, meskipun itu masih menjadi harapan yang agak jauh,” tambahnya. Menurut dr. Nova, banyak pengalaman menarik yang sangat menginspirasi selama Lindau Nobel Laureate Meeting 2023, salah satunya yang paling berkesan adalah ketika dirinya berdiskusi langsung dengan Michael Roshbash terkait dengan perkembangan penelitian brain organoid “mini organ” untuk penelitian circadian. “Beliau memberikan jawaban yang sangat fundamental dan menggugah pikiran saya,” tambahnya.

Semasa kuliah, dr. Nova dan dr. Alvin sudah mulai aktif terlibat dalam penelitian. Keduanya pernah menjadi asisten penelitian dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA (Departemen Ilmu Bedah FK-KMK). “Saat itu saya mulai terlibat dengan penelitian genetik pada penyakit kongenital, seperti Hirschsprung dan atresia bilier, menemukan mutasi genetik yang mungkin terjadi pada populasi Indonesia. Selanjutnya saya mulai banyak mengikuti konferensi internasional, seperti konferensi Indonesian Society of Human Genetics (InaSHG) 2017 di Yogyakarta dan International Symposium on Congenital Anomaly and Developmental Biology (ISCADB) tahun 2017-2019 di Yogyakarta sebagai panitia dan ISCOMS 2017 di Groningen Belanda, Asia Pacific Conference on Human Genetics (APCHG) 2018 di Bangkok Thailand, serta American Society of Human Genetics (ASHG) meeting di San Diego, Amerika Serikat sebagai peserta,” ungkap dr. Nova. dr. Alvin juga bercerita bahwa dirinya pernah terlibat dalam penelitian terkait bedah anak, menganalisa faktor genetik dari penyakit, serta penelitian untuk membuat hewan coba.

dr. Nova mengatakan bahwa nilai-nilai yang selalu diangkat oleh Lindau Nobel Laureate Meeting selama 70 tahun adalah “educate, inspire, and connect”. Dari pertemuan ini ilmuwan muda diharapkan mendapatkan edukasi dan inspirasi dari pemenang Nobel dan membangun kolaborasi yang potensial dengan ilmuwan muda yang lain dari berbagai penjuru dunia. “Selain itu ada juga nilai diversitas keilmuan yang tidak merata. Dengan mayoritas pemenang Nobel berasal dari Amerika Serikat, panel Lindau Nobel Laureate Meeting saat itu juga menyetujui bahwa lingkungan yang mendukung untuk riset memang belum merata di berbagai belahan dunia,” ungkap dr. Nova.

Melalui Lindau Nobel Laureate Meeting ini, dr. Alvin berharap bisa meningkatkan ketertarikan terhadap ilmu pengetahuan. “Selain itu juga harapannya para peneliti bisa mengembangkan penelitian yang baik. Menurut saya, penelitian yang baik adalah penelitian yang memiliki pertanyaan penelitian metodologi ilmiah. Penelitian yang dilakukan harapannya bisa menambah ilmu pengetahuan,” tambahnya. Sedangkan peneliti yang baik menurut pandangan dr. Alvin adalah seorang peneliti yang jujur dan punya rasa penasaran tinggi. “Kedua hal tersebut akan lengkap jika diimbangi dengan kerja keras,” tambahnya. Sejalan dengan paparan dr. Alvin, dr. Nova juga berpendapat bahwa ilmuwan yang baik adalah ilmuwan yang dalam risetnya mengedepankan prinsip scientific dan hasil risetnya dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, baik di masyarakat, maupun di lingkup klinis. “Ilmuwan yang baik juga harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tidak pantang menyerah,” tambah dr. Nova. (Nirwana/Reporter)