Alumni Berbagi: FGD C1 (Research, PPDS Radiologi dan Patologi Klinis)

FK-UGM. Sesi FGD dipimpin oleh dr. Ery Kus Dwianingsih, Ph.D., Sp.PA (Departemen Patologi Anatomi FK UGM) selaku moderator.

Pembicara: dr. Danang Ardiyanto (Praktisi Herbal dan Peneliti di B2P2TOOT Badan Litbangkes Kemenkes RI)

Beliau merupakan peneliti di Litbangkes. Menurut beliau, seorang peneliti haruslah nyentrik an modern agar menarik. Peneliti sering dianggap menyendiri, atau botak, padahal tidak. Peneliti lebih banyak kebebasan dan finansial daripada spesialis yang ada pasien baru bisa bekerja. Banyak juga peneliti dari negeri dan swasta. Tingkat tertinggi dari peneliti adalah profesor riset. Untuk menaikan tingkatan harus mengumpulkan AKP. Jenjang karir sebagai peneliti sangat banyak. Kalau kita sudah tua biasanya takut jauh dari keluarga, namun kalau masih muda kita masih bebas berkeliling dan berkarya. Bidang penelitian ada pusatnya dan fokusnya banyak di Litbangkes. Kalau mau menjadi peneliti dan ingin dilihat oleh pemerintah itu mudah dilakukan. TOGA tradisional dapat menarik perhatian atau concern dari pemerintah. Manfaat menjadi peneliti adalah dapat menulis paper dan apabila berada di konferensi di seluruh dunia akan dibiayai, serta dapat menghasilkan paten untuk dijual agar mendapat royalti.

Pembicara: dr. Sandeep Nanwani (S2 Public Health and Antropology, Harvard University)

Beliau merupakan alumni FK UGM angkatan 2009, menjadi peneliti di bidang humaniora dan antropologi, dan seorang dokter. Saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Public Health dan Antropology di Harvard University, Amerika Serikat. Beliau juga sedang menulis buku tentang gelandangan di Jogja. Beliau tertarik di bidang humariora kesehatan karena melihat budaya, kemiskinan, interaksi sosial, an sejarahnya. Concern penelitiannya dengan melihat sistem kesejahteraan sosial dari zaman kolonial, misalnya kapan panti dibuat, dan sebagainya. Kegiatan beliau melakukan observasi di panti, dinas sosial, serta melakukan heavy asses gelandangan di camp, jalan, dan keluarga masing-masing. Beliau mengikuti sampel sebanyak 5 orang dengan melihat ke mana gelandangan pergi, bagaimana mereka hidup, dan kehidupan sosial mereka. Pesan beliau, membantu tidak hanya dengan menulis namun juga melakukan beberapa project seperti CFD di Jakarta.

 

[slideshow_deploy id=’18106′]

 

 

Pembicara: dr. Riris Andono Ahmad, MPH, Ph.D (Direktur Pusat Kedokteran Tropis, researcher)

Beliau berfokus pada penelitian dengan topik penyakit menular. Profesi peneliti memberi nilai tambah bagi hidup karena dapat menemukan jati diri kita saat berinteraksi dengan banyak orang. Menjadi seorang peneliti juga dapat membuat kita sering tarvelling ke banyak tempat eksotis di luar negeri. Beliau berpesan bahwa richness experience dari menjadi peneliti yaitu hidup kita lebih berharga karena kita bisa menghargai setiap fase-fase dalam kehidupan kita.

Kemudian ada pertanyaan pada sesi ini dari Maria Patricia (Pendidikan Dokter 2015), “Bagaimana cara agar fokus penelitian secara kualitatif? Bagaimana cara mencocokkan sumber daya pada waktu koas? Bagaimana sustainable factor agar bisa dilihat oleh WHO?”. Jawaban dari dr. Sandeep yaitu kita harus membuat ide, bukan menjadi asisten peneliti, kemudian proposal dan pelaksanaan dilakukan secara mandiri dan dilaksanakan pada waktu spare time. Pada saat koas interna suka bertanya dan follow up. Pesan dari beliau, yaitu find matter that susceptible to our character and become shameless in good way, meet people in places to find anything unique and ask for sisa dana atau funding scheme kepada dosen di fakultas sendiri atau mencari funding dengan diri sendiri.

Pertanyaan kedua dari Tania (Pendidikan Dokter 2014), “Bagaimana cara memulai karir sebagai researcher? Apakah harus dimulai dari jenjang S2? Lalu researcher di lingkungan swasta akses datanya seperti apa?”. Jawaban dari dr. Danang kalau di jenjang negeri syarat minimalnya S1 dan nanti akan ada diklat dari LIPI. Kita bisa mengumpulkan kredit untuk meningkatkan jenjang tetapi yang diprioritaskan adalah publikasi. Pada jenjang S1 apabila bisa menghasilkan karya maupun menghasilkan paten maka dapat muncul diterbitkan di jurnal berskala nasional maupun internasional. Permasalahannya, banyak orang klinis mempunyai banyak uang tapi tidak ada waktu. Jawaban dari dr. Riris yaitu ada peneliti akademis, industri seperti biotch misalnya stem cells, dan beberapa clinical trial dari farmasi, NGO tentang informasi research dan memahami masyarakat agar teknologi yang diterapkan bisa tepat. Mobilitas peneliti tidak lagi career track  tradisional tapi bisa penelitian dengan basis yang berbeda-beda. Yang harus dibuat adalah portofolio sesuai experience untuk menunjukkan bahwa anda memiliki kemampuan yang credible dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Menurut dr. Sri, buatlah kolaborasi besar dengan berbagai pihak. Research adalah passion dari setiap orang. Meneliti kesehatan dan masalah klinis dari para seniman batik dengan bekerja sama dengan peneliti dan tenaga klinis. Public health yang lebih ke arah klinis merupakan hal yang sangat menarik.

Pembicara: dr. Juanda Hanjaya (Residen Radiologi)

Beliau bercerita, memasuki era JKN, klaim berdasarkan penyakit dengan melakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakan diagnosis. Peserta PPDS radiologi berkembang pesat dan sedang berkembang di UGM. RS Sardjito telah memiliki Mammography dengan micro dose.

Pembicara: dr. Ambarsari Kusuma Ningtyas (Residen Patologi Klinis)

Beliau sudah 4 tahun menjadi dokter layanan primer. Saat era BPJS, beberapa kali beliau tidak memiliki kesempatan untuk melakukan interpendensi penuh terhadap rujukan untuk pasien, resep obat untuk pasien, dan lain-lain. Setelah itu akhirnya beliau memutuskan untuk mempelajari PK. Menurut beliau, PK adalah tempat ideal untuk belajar bagi istri. Saat ini peserta PPDS semakin meningkat dan perkembangan PK secara customized dan interpersonal.

Pada sesi ini ada pertanyaan dari Bilqis, “Di era BPJS target penyebarannya dokter pemeriksaan penunjang di mana? Dokter penunjang apakah bisa praktik sendiri seperti dokter umum?”. Dr. Ambarsari menjawab bahwa awalnya beliau berfikir sama, tetapi ternyata yang bisa dikerjakan dan kontribusi untuk kesehatan bangsa tidak sesulit itu dalam pelaksanaannya. Problem solving dan inter professional relationship sangat dibutuhkan. Bisa juga bekerjasama dengan laboratorium, membentuk karir di UPTD transfuse seperti di PMI dan sebagainya. Kompetensi tetap seperti dokter umum tetapi ranahnya lebih ke arah research dan entrepreneur. Tidak selamanya dokter kontak langsung dengan pasien tetapi tetap melakukan peran ayng sama pentingnya. Kemudian dr. Juan menambahkan bahwa penyebaran sering terganggu dengan fasilitas yang minim di daerah tertentu. Maka dari itu banyak dokter pemeriksaan penunjang yang tidak tertarik. Dengan program pemerintah maka akan segera ada penyebaran. Kerja secara mandiri itu suit namun sebagai dokter umum atau kerjasama di klinik bersama spesialis kanker atau mengikuti sistem luar negeri untuk membuat laboratorium radiologi.

(Unit Alumni/Kontributor)

Klik untuk melihat materi

Berita Terbaru