FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) memberangkatkan Tim Respon Bencana Banjir Aceh untuk membantu penanganan bencana banjir bandang yang melanda wilayah Aceh. Pengiriman tim ini merupakan tindak lanjut atas komunikasi intensif Academic Health System (AHS) dan Pokja Bencana FK-KMK UGM dengan Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI sejak gelombang banjir besar melumpuhkan sebagian wilayah Sumatra akhir November lalu.
Tim Respon Bencana Banjir Aceh Pertama diberangkatkan pada Kamis, 4 Desember 2025, terdiri dari 14 tenaga medis dan tenaga pendukung dari jejaring AHS, yakni RSUP Dr. Sardjito, RS Akademik UGM, dan RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Mereka mencakup dokter spesialis bedah, anestesi, penyakit dalam, orthopedi dan anak, dokter umum, serta perawat, ahli gizi, farmasi, tenaga kesehatan lingkungan dan IPSRS Teknis.
Pengiriman tim ini merupakan tindak lanjut dari asesmen yang dilakukan dua hari sebelumnya. Pada Senin, 1 Desember 2025, FK-KMK UGM mengirim Tim Asesmen AHS— Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid untuk asesmen manajemen bencana dan dr. Agung Widianto, Sp.B-KBD untuk asesmen fasilitas kesehatan—bekerja sama dengan Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah. Informasi awal menyebutkan bahwa transportasi, komunikasi, dan listrik terputus, menyebabkan minimnya data mengenai ketersediaan sumber daya dan layanan kesehatan.
Setibanya di Banda Aceh, tim asesmen mendukung penyusunan peta respons dan subklaster di Pusat Kendali Operasi Darurat Kesehatan (HEOC). Hasil pemetaan menegaskan bahwa Aceh Utara adalah wilayah dengan dampak terparah dan membutuhkan intervensi segera, sehingga Pemerintah Daerah meminta FK-KMK UGM memprioritaskan daerah tersebut. Salah satu fasilitas yang paling terdampak adalah RSUD dr. Muchtar Hasbi, Lhoksukon, yang operasionalnya lumpuh akibat kerusakan fasilitas dan kurangnya tenaga kesehatan.
Sebelumnya, FK-KMK UGM menjalin kerja sama dengan Universitas Teuku Umar (UTU) yang merekomendasikan dukungan ke wilayah Bener Meriah dan Aceh Barat. Namun, hasil asesmen HEOC dan Pemda menunjukkan bahwa Aceh Utara memiliki tingkat kedaruratan lebih tinggi. Meski demikian, tim menegaskan bahwa asesmen lanjutan tetap dilakukan. Hasil kerja tim pertama akan menentukan apakah perlu dibentuk Tim Respon Kedua, termasuk kemungkinan penempatan di Aceh Barat sesuai kebutuhan di lapangan.
Sejak bencana tsunami Aceh 2004, FK-KMK UGM memiliki Sejarah panjang membantu wilayah barat Aceh, termasuk pendampingan di Meulaboh dan jejaring UTU. Tim pertama ini mirip dengan tim yang diturunkan saat tsunami, terutama dalam mengaktifkan kembali rumah sakit yang lumpuh operasionalnya. Fokus utama saat ini adalah pemulihan layanan intra-hospital, namun jika diperlukan tim akan memperluas dukungan pada layanan pra-rumah sakit.
Setelah fase respon akut selesai, Tim AHS FK-KMK UGM akan melanjutkan pendampingan pada masa pascabencana, termasuk fase pemulihan dan rekonstruksi, hingga fasilitas dan layanan kesehatan dapat kembali berjalan optimal. (Narasumber: Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep. Ketua Pokja Bencana FK-KMK UGM. Penulis: Dian/Humas)



