Pendidikan Bebas Merdeka

Momentum peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan tahun ini relevan dengan tantangan situasi aktual bangsa. Untuk itu, perlu kita jadikan sebagai cermin reflektif pendidikan nasional. Opini ini merefleksikan sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nasionalisme Cinta Bangsa

Sesuai dan sejalan dengan perintah Ilahi Ketuhanan Yang Maha Esa, wajib disadari bahwa Allah menganugerahkan kebebasan yang bertanggung jawab untuk mengelola dunia ini. Demikian pula, kita telah memiliki kesepakatan program pendidikan yang berorientasi kebebasan kampus yang bertanggung jawab. Cermin reflektif ini memunculkan gambaran perjalanan sejarah pelaksanaan pendidikan bebas merdeka tersebut sekaligus merasakan hasilnya. Evaluasi yang jujur menunjukkan bahwa proses dan hasil pendidikan di kampus belum sepenuhnya terwujud dalam pelaksanaan tugas profesional dan panggilan kerja. Namun, kita patut berbangga dan bersyukur karena banyak alumni UGM yang menduduki jabatan penting di negeri ini, bahkan sampai jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, pejabat provinsi, kota, kabupaten, serta berbagai institusi nasional. Untuk itu, momentum HUT ke-80 NKRI ini sekaligus menjadi cermin reflektif untuk melangkah ke depan; marilah kita bersama-sama saling menguatkan kembali hakikat tujuan pendidikan nasional.  

Langkah Penting Inovatif

Agar tidak terlalu kaku, berikut langkah-langkah terobosan praktis mendasar yang harus dipertimbangkan dalam program pendidikan sejak awal:

  1. Pertama-tama secara mendasar, wajib dihayati butir KeTuhanan Yang Maha Esa bahwa setiap insan wajib belajar dan bekerja sekaligus mendapatkan upah sebagai sarana berinteraksi sosial menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. 
  2. Sekaligus dihayati setelah dan atau sambil bekerja mempersiapkan pernikahan suci untuk membentuk keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah; pertimbangannya, pekerjaan dan keluarga adalah dua panggilan mulia yang tak terpisahkan bahkan saling sinergis untuk tumbuh berkembang maju bersama. 
  3. Di dalam hal ini, diwajibkan untuk bekerja profesional sosial holistik dan Allah akan memberikan upah berkah yang sepadan. Filosofinya, bekerja dulu dengan jujur dan profesional, maka rezeki berkah akan mengikutinya; tidak boleh dibalik mengejar uang dulu. Allah tentu memberkati kekayaan atau gaji melimpah yang diperoleh secara halal sebagai sarana untuk mencapai tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat.  Jadi gaji tinggi dan kekayaan bukan sebagai tujuan hidup namun sebagai sarana.
  4. Bersyukurlah bangsa ini dianugerahi Tanah Air yang subur kaya akan sumber daya alam dan mineral serta multi pulau yang indah. 
  5. Semakin tinggi jabatan dan tanggung jawab tentu sekaligus akan mendapatkan gaji tinggi dan semakin membuka kesempatan untuk beramal jariyah berderma-bersedekah bagi sesama yang sangat membutuhkan dan untuk masyarakat. 
  6. Kerja sosial ini bisa dilakukan secara pribadi maupun kolektif sejalan pendidikan Tri Dharma integratif dan Kuliah Kerja Nyata. Bantuan sumbangan sedekah untuk masyarakat dapat diakselerasikan dengan kebutuhan Autentik masyarakat setempat; sekaligus ikut berpartisipasi-berinteraksi dengan masyarakat, sehingga Insya Allah Berkah hasilnya memuaskan lahir batin untuk semua pihak. 

Mengapa Uang?
Makna tujuan pendidikan yang berorientasi pada uang atau gaji dalam kesatuan pernikahan ini bukanlah mendidik insan yang materialistis dan mata duitan. Justru dari sinilah harus disadari pembentukan karakter yang bertanggung jawab, baik sebagai presiden maupun pejabat tingkat bawah. Janganlah setiap alumnus berpola pikir, “di situlah harta berada, di situlah hati berada; mendewakan uang menguasai segala-galanya,” yang tentu akan membentuk naluri keserakahan. Dengan karakter rezeki halal ini akan terbentuk pribadi yang berorientasi bersih, jujur, dan berintegritas. Inilah modal utama Ilahi yang intrinsik agar mampu membuat perencanaan, pelaksanaan, dan keputusan kebijakan yang benar.

Mampu berbicara secara koordinatif dengan tegas dan jelas, mampu saling menegur tanpa basa-basi, mampu saling mengoreksi dan mendidik, mampu saling membina keluarga sakinah, mampu membina persaudaraan sejati dalam kebinekaan, mampu memeluk semua dalam suasana jiwa tenteram dan damai, mampu saling melepaskan keterikatan pada kesenangan duniawi, dan mampu terus membina keterikatan Ilahi. Kewibawaan yang tegas dan berani sesuai bidang wewenang pun akan muncul dengan karismatik, bukan dipaksakan atau direkayasa secara instan dan semu. Dengan demikian, tidak ada peluang untuk menjadi Sultan instan. Sekaligus wajib disadari bahwa semakin tinggi jabatan dan semakin besar bonus gaji yang diperoleh, semakin tinggi pula tanggung jawab dan keteladanannya. Sebaliknya, hukuman atas pelanggaran kejujuran juga akan semakin berat, karena dampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat relatif lebih besar dan luas, sebagaimana yang terjadi saat ini ketika gradasi kejujuran maupun kecurangan serta dampaknya sangat bervariasi. 

Langkah Revolusioner

Sejak awal kehidupan kampus harus selalu “diwanti-wanti”, yakni diingatkan dan disadarkan mengenai rangkaian arah tujuan pendidikan dengan dasar kejujuran. Pesan luhur ini juga wajib diintegrasikan ke dalam pendidikan politik yang pada  hakikatnya mulia dan luhur sebagai bagian dari kebebasan kampus; untuk memberikan pencerahan dan pelatihan pendidikan universal lintas agama. Syukur alhamdulillah, jika pendidikan Kewarganegaraan, Agama, dan Pancasila telah dikoordinasikan oleh Fakultas Filsafat; implementasinya memerlukan dukungan kurikuler dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Fakultas Ilmu Budaya, kemudian berlanjut ke fakultas masing-masing sesuai bidang keilmuan. 

Disyukuri bahwa UGM telah memiliki fasilitas rohani multiagama yang berdampingan; secara fungsional hal ini sangat penting untuk dikelola secara mandiri dalam kebersamaan, kerukunan, solidaritas, dan toleransi tingkat tinggi. Demikianlah kita membentuk wahana pendidikan ibarat Kawah Candradimuka bagi calon pemimpin bangsa tercinta.

Sebagai refleksi akhir, sangatlah memalukan jika alumni UGM menjadi penjahat berdasi, berwibawa karena kuasa, menjadi Sultan “karbitan”, tidak bisa bersikap tegas menyuarakan kebenaran dan kejujuran; sehingga kemudian menyembunyikan diri atau kebingungan menjadi bulan-bulanan. Maju terus FKKMK UGM, sekaligus sebagai inisiator mengisi bumi merdeka, disertai jiwa pengorbanan para pendahulu. Dirgahayu Indonesia. (Penulis, Mantan Mang Etos, Dosen Agama Kedokteran: JB Soebroto)