FK-KMK UGM. Universitas Umeå, Swedia, resmi menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa in Medicine (Medicinae Doctor Honoris Causa) kepada Prof. Dr. (HC), dr. Mohammad Hakimi, SpOG, SubSp. Obginsos, PhD, guru besar Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Penganugerahan tersebut disampaikan dalam Annual Ceremony of Umeå University, sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi luar biasa Prof. Hakimi dalam pengembangan ilmu kedokteran, kesehatan masyarakat, penelitian global, dan etika penelitian, serta tiga dekade kolaborasi akademik berkelanjutan antara UGM dan Universitas Umeå.
Dalam pidatonya yang berjudul “Humans Were Created Differently So That They Might Get to Know Each Other”, Prof. Hakimi menuturkan perjalanan panjang kemitraan ilmiah antara Indonesia dan Swedia yang berawal dari pertemuannya dengan peneliti muda asal Umeå, Anna Winkvist, di Cornell University pada tahun 1991. Anna Winkvist kemudian menyarangkan penelitian dari Universitas Umeå ke Community Health and Nutrition Research Laboratory (CHN-RL). CHN-RL ini didirikan di Purworejo dengan bantuan dana dari the World Bank pada tahun 1993, yang kemudian berkembang menjadi Indonesia’s first Health and Demographic Surveillance System (HDSS) dan menjadi bagian dari jejaring global INDEPTH Network. Kolaborasi UGM– Umeå ini telah menghasilkan lebih dari 150 publikasi ilmiah bersama, 16 disertasi doktoral, dan dua tesis licentiate, serta menjadi model kemitraan global yang setara dan berkelanjutan di bidang kesehatan masyarakat.
Prof. Hakimi dikenal sebagai pelopor penelitian kesehatan reproduksi dan etika penelitian medis di Indonesia. Sebagai Ketua Komite Etik Penelitian Kesehatan FK-KMK UGM dan RSUP Dr. Sardjito (2008–2021), beliau memimpin proses akreditasi FERCAP dan memajukan tata kelola etik penelitian di Asia Pasifik. Selain itu, beliau turut mendirikan Unit Epidemiologi Klinik pertama di Indonesia (1984) dan memperkenalkan paradigma Evidence-Based Medicine di tingkat nasional. Prof. Hakimi telah menulis lebih dari 300 publikasi ilmiah internasional, menjadi kontributor sistematik review pertama dari Indonesia di Cochrane, serta pendiri Cochrane Indonesia (2018). Beliau juga pernah menerima Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia (2007) dan International Scientific Collaboration Award dari UGM (2009).
Dalam pidato penerimaan gelarnya, Prof. Hakimi menyampaikan: “Yogyakarta and Umeå are two very different worlds, yet through collaboration we have proven that differences are not barriers, but bridges to understanding. As stated in the Qur’an (49:13), humankind was created in diversity so that we may know each other.”
Beliau juga menutup pidatonya dengan ucapan terima kasih kepada masyarakat Purworejo yang telah berpartisipasi aktif dalam riset jangka panjang, serta kepada tim Epidemiology and Global Health (EpiGH) Umeå University yang menominasikan dirinya untuk penghargaan tersebut.
Gelar kehormatan ini merupakan simbol nyata dari kolaborasi ilmiah lintas negara yang berorientasi pada kemanusiaan dan keadilan kesehatan global. “Professor Hakimi embodies the values that Umeå University seeks to promote — commitment to global academic engagement, interdisciplinary collaboration, and sustained capacity-building,” tulis surat nominasi yang ditandatangani oleh Prof. Anna-Karin Hurtig, Prof. Anneli Ivarsson, Prof. Lars Weinehall, dan Prof. Stig Wall dari Department of Epidemiology and Global Health (EpiGH) Umeå University.
Penganugerahan gelar kehormatan ini tidak hanya merupakan penghargaan atas karya dan dedikasi Prof. Hakimi, tetapi juga menjadi simbol pengakuan dunia terhadap peran Indonesia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan global. Melalui kiprah dan keteladanan Prof. Hakimi, kolaborasi ilmiah antara UGM dan Umeå University menjadi contoh nyata bagaimana kemitraan lintas negara dapat menghadirkan dampak nyata bagi kemanusiaan.
Kegiatan ini turut mendukung pencapaian beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), di antaranya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Kesejahteraan, dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, penelitian medis dan kebijakan berbasis data. SDG 4: Pendidikan Berkualitas dengan membimbing dan menghasilkan karya ilmiah, disertasi doktoral, dan tesis licentiate, serta memperkuat jejaring akademik global melalui kemitraan internasional dan pengembangan Evidence-Based Medicine. SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan dengan mendorong kesetaraan peluang dan pertukaran ilmu antar negara maju dan negera berkembang, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan dengan mewujudkan kolaborasi lintas negara untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. (Kontributor: dr. Endah Rahmawati, MA, PhD. Sp.O.G.).




