FK-KMK UGM. Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bersama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK UGM) menyelenggarakan sesi Plenary III dalam rangkaian kegiatan 19th Postgraduate Forum on Health System and Policy (PGF 2025) pada Selasa, 17 Mei 2025, bertempat di Yogyakarta. Sesi ini menghadirkan pembicara dari berbagai negara untuk mendiskusikan tantangan serta strategi memperkuat sistem kesehatan global yang resilien dan berkelanjutan.
Sesi dimoderatori oleh Shita Listyadewi, S.IP., MM, MPP, peneliti PKMK UGM, yang membuka dengan menekankan perlunya penguatan berbagai pilar sistem kesehatan dalam menghadapi tekanan jangka pendek dan panjang, seperti penyakit musiman hingga krisis iklim.
Pembicara pertama, Dr. Somil Nagpal dari The World Bank, menyoroti tantangan pembiayaan sistem kesehatan pascapandemi di kawasan Asia Pasifik. Ia menyampaikan pentingnya reprioritisasi anggaran sebagai kunci keberlanjutan pembiayaan UHC di tengah fluktuasi ekonomi global.
Selanjutnya, Associate Professor Dr. Aznida Firzah Abdul Aziz dari Universiti Kebangsaan Malaysia, memaparkan evaluasi indikator UHC Malaysia yang menunjukkan peningkatan cakupan layanan namun juga tingginya angka pengeluaran pribadi (OOP). Ia mengusulkan perlunya indikator tambahan seperti demensia dan stroke untuk mengukur tantangan kesehatan kontemporer secara lebih akurat.
Prof. Maria Nilsson dari Umeå University, Swedia, menjelaskan kolaborasi transdisipliner melalui platform SHIP (Sustainable Health Partnership) untuk menjawab tantangan global seperti perubahan iklim melalui kolaborasi antaruniversitas di berbagai negara.
Dari Indonesia, dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D, memaparkan peran transformasi digital dalam pengurangan jejak karbon dan memperkuat layanan kesehatan. Ia memperkenalkan inisiatif CCMAP dan sistem peringatan dini DBD yang dikembangkan UGM sebagai upaya integratif antara teknologi, kesehatan, dan mitigasi iklim.
Prof. Ming Xu, MD, Ph.D. dari Peking University, Tiongkok, menutup sesi dengan paparan tentang pentingnya menjadikan produk kesehatan sebagai barang publik global. Ia mencontohkan berbagai inisiatif internasional seperti MPP dan ACT-A yang memperkuat akses vaksin dan obat di negara berkembang.
Sesi ditutup dengan diskusi yang membahas berbagai inovasi strategis, mulai dari pengukuran jejak karbon telemedicine, layanan kesehatan mental di Malaysia, hingga riset transdisipliner yang mampu diterjemahkan menjadi kebijakan nyata.
Diskusi dalam sesi ini menegaskan urgensi kolaborasi lintas negara, inovasi berbasis bukti, dan transformasi sistem untuk memperkuat respons terhadap tantangan kesehatan global. Seluruh topik yang diangkat memiliki relevansi kuat dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan sebagai landasan membangun sistem kesehatan yang tangguh, inklusif, dan berkeadilan. (Kontributor: Monita Destiwi & Mentari Widiastuti).