Kolaborasi untuk Kesehatan: Sistem Kesehatan Akademik Kuatkan Sinergi Kampus, RS Pendidikan, dan Pemda

FK-KMK UGM. Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Kelompok Kerja Nasional Sistem Kesehatan Akademik (SKA) memperkuat sistem kesehatan nasional dan daerah melalui model kolaboratif Sistem Kesehatan Akademik yang bersinergi antara Fakultas Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan, pemerataan tenaga medis, dan akuntabilitas sosial institusi pendidikan tinggi. Inisiatif ini juga selaras dengan gerakan #KampusBerdampak yang diusung oleh Kemendiktisaintek, yang mendorong kontribusi nyata perguruan tinggi dalam menyelesaikan persoalan prioritas bangsa, termasuk di bidang kesehatan.

Sistem Kesehatan Akademik hadir sebagai solusi sistemik yang telah dikembangkan sejak satu dekade lalu. Dengan tiga fokus utama—penguatan layanan kesehatan masyarakat, pemenuhan tenaga kesehatan, dan kolaborasi struktural dengan pemerintah daerah—SKA menawarkan kerangka kerja yang adaptif terhadap tantangan kesehatan di berbagai wilayah Indonesia. Setiap implementasi disesuaikan dengan kebutuhan lokal dan tantangan spesifik daerah, menjadikan SKA sebagai pendekatan yang kontekstual sekaligus inklusif.

Seiring berjalannya waktu, SKA semakin mendapatkan legitimasi dalam kerangka kebijakan nasional. Surat Keputusan Bersama Menkes-Mendikbudristek Tahun 2022, disusul amanat dalam UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta PP No. 28 Tahun 2024, secara eksplisit menempatkan SKA sebagai instrumen penting dalam transformasi layanan kesehatan dan pemenuhan tenaga medis. Ini sekaligus memperkuat mandat SKA untuk berperan aktif dalam pembangunan kesehatan Indonesia yang lebih merata dan berkelanjutan.

Di lapangan, berbagai contoh keberhasilan implementasi SKA mulai terlihat. Di Jawa Barat, SKA yang digerakkan oleh FK UNPAD telah berhasil mengintegrasikan pendidikan kedokteran dengan sistem pelayanan primer, menghasilkan peningkatan signifikan dalam distribusi tenaga kesehatan dan kualitas layanan. Di DKI Jakarta, integrasi antara FK UI dan Rumpun Ilmu Kesehatan UI dengan pemerintah daerah mendukung penanganan masalah kesehatan berbasis riset. Sementara di Yogyakarta, kolaborasi antara FK-KMK UGM, RS Pendidikan, dan Pemerintah Daerah menjadikan SKA sebagai penguat tata kelola pariwisata kesehatan, mendorong DIY sebagai destinasi wisata yang menyehatkan.

Kontribusi SKA juga sangat signifikan dalam peningkatan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan. Dalam kurun 2022–2024, SKA berhasil memfasilitasi kenaikan kuota pendidikan dokter umum sebesar 18,7% dan dokter spesialis sebesar 34%. Tidak hanya itu, lebih dari 100 program studi dokter spesialis baru berhasil didirikan tanpa menurunkan standar mutu pendidikan. Inovasi seperti penerimaan afirmasi berbasis wilayah dan dashboard monitoring distribusi lulusan yang dikembangkan oleh FK UNHAS menjadi praktik baik dalam menjawab kesenjangan akses layanan kesehatan di Indonesia Timur, termasuk Sulawesi, Maluku, dan Papua bagian barat.

Dengan lebih dari 100 fakultas kedokteran yang telah menyatakan komitmennya untuk mengembangkan SKA di wilayah masing-masing, potensi replikasi dan perluasan dampak SKA sangat terbuka. Inisiatif #KampusBerdampak menjadi katalis yang memperkuat transformasi ini, mempertegas bahwa peran perguruan tinggi tidak berhenti di ruang kelas, namun menjangkau kehidupan nyata masyarakat. Kegiatan ini sejalan dengan SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera melalui penguatan layanan kesehatan masyarakat dan pemenuhan tenaga medis, SDG 4: Pendidikan Berkualitas melalui penyelenggaraan pendidikan berbasis kebutuhan wilayah, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan melalui sinergi antar-lembaga yang solid dan berkelanjutan.

Kelompok Kerja Sistem Kesehatan Akademik adalah tim ad-hoc yang dibentuk oleh Komite Bersama Kemendiktisaintek dan Kemenkes, dengan mandat untuk mengawal pengembangan SKA di seluruh Indonesia. Tugas utama kelompok ini adalah memfasilitasi kerja sama antara institusi pendidikan kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan dinas kesehatan, guna mewujudkan sistem layanan kesehatan yang lebih tangguh dan adil. (Kontributor: dr. Haryo Bismantara MPH).