Prof. Yanri Wijayanti: TBC dan HIV Masih Jadi Tantangan Kesehatan Masyarakat

FK-KMK UGM. Prof. dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D., Sp.PD-KPTI., berhasil memperoleh gelar sebagai Guru Besar dalam Bidang Penyakit Tropik dan Infeksi di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Beliau melaksanakan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar pada Selasa (25/02) di Balai Senat Lantai 2 Gedung Pusat UGM. Prof. Yanri merupakan salah satu dari 525 Guru Besar aktif di Universitas Gadjah Mada. Di tingkat fakultas merupakan salah satu Guru Besar dari 72 aktif dari 102 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh FK-KMK UGM.

Pidato pengukuhan Prof. Yanri berjudul Tuberkulosis dan HIV: Tinjauan Aspek Klinis Medis, Kesehatan Masyarakat dan Kemanusiaan.” Topik tersebut dipilih karena Tuberkulosis (TBC) dan HIV merupakan masalah kesehatan di dunia dan terlebih di Indonesia. Di Indonesia, jumlah kasus TBC tertinggi nomor 2 di dunia, sementara HIV, Indonesia merupakan negara dengan Tingkat infeksi baru tertinggi di Kawasan Asia dan Asia Tenggara. Sehingga proses penanggulangannya memerlukan pemahaman dan pendekatan secara multidisiplin, klinis, dan kesehatan masyarakat.

Prof. Yanri menyampaikan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TBC akan secara otomatis menderita sakit TBC. Risiko seseorang yang terinfeksi untuk menjadi sakit TBC paling tinggi terjadi dalam 2 tahun pertama setelah terinfeksi hanya sekitar 5-15% dari 100%. Mayoritas orang terinfeksi dapat membersihkan infeksinya sendiri. “Salah satu tantangan utama dalam penanggulangan TBC adalah dalam hal diagnosis infeksi dan penyakit TBC, terlebih lagi pada keadaan koinfeksi dengan HIV.”

“Ada beberapa metode pemeriksaan untuk diagnosis TBC yang dilakukan hingga sekarang. Mulai dari pemeriksaan apus Bakteri Tahan Asam (BTA) dari sputum, kultur BTA, rontgen dada konvensional dan computer-assisted (dibantu AI), GeneXpert M. tuberculosis/resistance to Rifampicin (MTB/RIF), TB-LAM, e-Nose, IGRA, dan lain-lain.”

Pada pidato pengukuhannya, Prof. Yanri juga memaparkan infeksi HIV. Infeksi HIV memiliki 4 stadium klinis. Stadium klinis 1 yang mana masih tidak ada manifestasi klinis, stadium klinis 2 seringnya terjadi manifestasi klinis di kulit. Stadium klinis 3 dari infeksi HIV seringnya berupa muncul jamur di mulut, kehilangan berat badan yang banyak, infeksi paru berulang, dan sering sekali pasien dating dalam infeksi dan penyakit tuberkulosis.

“Terakhir stadium klinis 4 dari infeksi HIV biasanya menunjukkan gejala dan penyakit yang lebih berat lagi, dan sering berupa infeksi di kepala/otak, yaitu antara lain infeksi Sitomegalovirus, Toksoplasmosis, TBC di luar paru, jamur Kriptokokus, dan lain-lainnya. Pasien sering datang ke rumah sakit atau fasilitas Kesehatan lainnya karena ada keluhan atau gejala dan tanpa tahu bahwa mereka sebenarnya ada infeksi HIV dalam tubuhnya, dan akhirnya terdiagnosis sebagai HIV pada saat sudah sakit.”

“Penemuan kasus dan akses layanan HIV juga menghadapi banyak tantangan, salah satunya adalah bahwa populasi berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV merupakan populasi yang tersembunyi dan sering termarjinalkan di masyarakat, yaitu antara lain Pekerja Seks (Perempuan), Waria/transgender, pengguna Napza (suntik), dan laki-laki seks dengan laki-laki,” tambah Prof. Yanri.

Di Indonesia sudah banyak kebijakan dan program untuk penanggulangan TBC, HIV, dan kolaborasi TBC-HIV, namun hambatan dan tantangan dalam mengimplementasikan dan pencapaian indikator programnya masih banyak. Salah satu yang menjadi faktor penentu utama kesuksesan program adalah akses. Di mana akses tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yakni pasien, serta kesiapan tenaga dan fasilitas kesehatan.

Di akhir pidato, Prof. Yanri menuturkan bahwa infeksi HIV maupun penyakit TBC masih merupakan masalah klinis medis, kesehatan masyarakat, sistem kesehatan, dan kemanusiaan karena masih adanya stigma dan marjinalisasi. “Dari semua pengalaman dan perjalanan karir ini memberikan pelajaran kepada saya untuk lebih toleran, lebih tidak menghakimi, dan dapat memberikan layanan dengan pikiran dan hati yang terbuka. Menyadari bahwa kita semua adalah makhluk ciptaan Tuhan, sehingga bekerja berdasarkan kemanusiaan.”

“Mari kita bersama-sama dan bekerja sama dalam penanggulangan TBC dan HIV agar dapat mencapai Eliminasi TBC dan Ending AIDS di tahun 2030,” pungkas Prof. Yanri.

Pengukuhan Guru Besar Prof. dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D., Sp.PD-KPTI., ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, SDG 5: Kesetaraan Gender, SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan, SDG 11: Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan, SDG 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Pidato pengukuhan guru besar UGM dapat diakses melalui tautan ini. (Humas/Sitam).