FK-KMK UGM. Di era pandemi, kasus kusta menunjukkan tren yang relatif stagnan. Namun, kondisi ini justru bukan sebab alpanya kusta di Indonesia, melainkan fokus pemerintah diarahkan pada penanganan COVID-19. Hal ini disampaikan oleh dr. Regina Tiolina Sidjabat, M.Epid., Ketua Tim Kerja Neglected Disease (NTD), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada gelar wicara bertajuk Tropmed Talk on Stage: Apa Kabar Kusta Pasca Pandemi?
Kegiatan ini dilaksanakan di Auditorium Tahir Foundation pada Rabu (15/5) yang dihadiri sekitar 300 peserta secara bauran. Lebih lanjut, kegiatan ini merupakan rangkaian pra acara 2nd Gadjah Mada International Conference on Tropical Medicine (GAMA-ICTM) 2024 yang akan diadakan Pusat Kedokteran Tropis (PKT) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) pada Oktober mendatang.
“Upaya menemukan penderita kusta sebelum mengalami disabilitas menjadi langkah yang sangat penting,” jelas dr. Regina.
Kusta merupakan penyakit infeksi dan menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae. Ironisnya, kusta dapat menyebabkan disabilitas, padahal kusta dapat diobati total melalui diagnosis sejak dini.
Menurut Hana Krismawati, M.Sc., Analis Kebijakan, Pusat dan Sistem Strategi Kesehatan Kemenkes RI, penelitian diperlukan dalam penanganan kusta. Akan tetapi, minimnya pembiayaan menjadi hambatan sehingga diperlukan rekayasa berupa integrasi penelitian dengan penyakit lainnya.
Selain itu, upaya penghilangan stigma pun menjadi penting dalam penanganan kusta melalui pelibatan seluruh pemangku kepentingan, orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK), tokoh masyarakat dan tokoh agama.
“Mengakui diri menderita kusta itu berat,” ungkap Agus Wijayanto, Direktur Eksekutif NLR Indonesia sebagai narasumber yang mengawali diskusi bersama Ahmad Idris Afandi, Sahabat Pendamping Indramayu dan Dr. Himawan Estu Bagijo, SH, MH, Peneliti Ahli Madya Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Timur.
“Untuk menghilangkan stigma diperlukan juga advokasi lintas sektor, dilanjutkan komitmen dan keseriusan dalam mengimplementasikan kebijakan ditengah banyak kebijakan yang sudah berpihak pada penghilangan stigma” tegas Himawan.
Ahmad, seorang OYPMK, menambahkan masih ditemukan banyak korban stigma di publik – termasuk, di Indramayu.
“Kami datangi door to door rumah warga di sekitar penderita kusta,” pungkasnya.
Demikian pula, PKT UGM memegang komitmen penuh dalam upaya penanggulangan kusta di mana sejak tahun 2023 terlibat aktif dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional Eliminasi Kusta 2023-2027.
Hal ini sejalan dengan komitmen FK-KMK UGM dalam mendorong Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera (SDGs 3) dan Mengurangi Ketimpangan (SDGs 10). (Isroq Adi Subakti/Reporter)