FK-KMK UGM. Empat orang mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM terpilih sebagai finalis dalam kompetisi Internasional Bio-Circular-Green economy (BCG) yang diselenggarakan oleh Kasetsart University, Thailand pada Kamis (18/01) secara bauran melalui aplikasi Zoom Meeting. Keempat mahasiswa tersebut adalah Santi Andriyani, Salman Hafiz Ar-ramli Lubis, Nisa Munawwarah dan Jessica Edelyne.
Dalam kompetisi tersebut, tim yang menamakan dirinya MOSAIC (Mango Skin for Organic Sustainable Aedes Insect Control) ini memaparkan gagasan ilmiahnya mengenai pengembangan limbah mangga sebagai larvasida alami ramah lingkungan. Ide pengembangan larvasida alami berangkat dari keprihatinan tim mahasiswa S1 semester 5 ini terhadap laporan WHO mengenai meningkatnya lonjakan tajam kasus demam berdarah dengue secara global. “Lonjakan wabah demam berdarah dengue ditandai dengan peningkatan signifikan dalam jumlah, skala, dan peningkatan kasus. Bahkan, WHO menyatakan terjadinya lonjakan wabah pada saat ini diikuti dengan penyebaran ke wilayah yang sebelumnya belum terpapar demam berdarah dengue”, kata Salman.
Menurut laporan WHO 2023, meski hampir 80% atau sekitar 4,1 juta kasus penyebaran wabah demam berdarah dengue dilaporkan terjadi di wilayah Amerika, namun di Asia Tenggara, terutama di Thailand, prevalensi kejadian demam berdarah dengue pada tahun 2023 meningkat tajam menjadi lebih dari 300 % tahun sebelumnya. Tercatat, pada tahun 2022 angka kejadian demam berdarah dengue di Thailand sebesar 46.678 kasus, naik menjadi 136.655 kasus pada tahun 2023. Adapun angka kematian akibat wabah tersebut di Thailand meningkat dari 34 menjadi 147 kematian pada periode yang sama.
Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan peningkatan risiko penyebaran demam berdarah termasuk perubahan distribusi vektor (terutama oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus), dampak fenomena El Nino pada tahun 2023, perubahan iklim yang menyebabkan peningkatan suhu dan tingginya curah hujan serta tingginya kelembapan, menjadi pemacu meningkatnya wabah demam berdarah dengue belakangan ini. “Kami melihat ini sebagai suatu persoalan serius yang perlu dicarikan solusinya”, ucap Santi, ketua tim, mewakili kelompoknya.
Di sisi lain studi ilmiah membuktikan terdapat senyawa aktif dalam kulit buah mangga yang potensial dikembangkan sebagai larvasida. “Beberapa senyawa tersebut seperti flavonoid yang mampu mengganggu sistem saraf dan pernapasan larva, saponin yang bertindak sebagai racun lambung kuat pada serangga, dan tanin yang mampu menghambat enzim pencernaan, membuat sampah olahan kulit buah mangga berpotensi dikembangkan sebagai kandidat baru larvasida alami yang tidak merusak lingkungan”, kata Jessica. Di sisi lain, pada tahun 2020 total produksi mangga di Thailand mencapai 1,66 juta ton. “Hal ini membuat kami berfikir bahwa limbah olahan yang berasal dari kulit buah mangga di Thailand memiliki potensi besar untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi negaranya. Karena Thailand sendiri merupakan salah 1 produsen mangga terbesar di dunia”, menurutnya.
Peneliti Pusat Kedokteran Herbal sekaligus pembimbing tim MOSAIC, Dr.rer.nat. apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc menyatakan bahwa dengan mengikuti perlombaan semacam ini mahasiswa S1 utamanya dari FK-KMK UGM menjadi terbiasa memaparkan ide-ide atau gagasan ilmiahnya di forum international. “Pengalaman seperti ini sangat baik, dan menarik, untuk memacu awareness sekaligus memberikan pengalaman international exposure kepada para mahasiswa. Karena tidak mustahil, gagasan peneliti-peneliti beliau semacam ini memberikan kontribusi besar bagi penyelesaian persoalan yang bukan hanya terjadi pada level nasional”, ucapnya.
Inovasi pembuatan larvadisa alami limbah kulit mangga ini selaras dengan tujuan Pembangunan Berlanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera dengan fokus memerangi penyakit. Selain itu, pemanfaatan olahan kulit buah mangga ini pun sesuai dengan SDGs poin ke-13 Penanganan Perubahan Iklim. Hal ini dikarenakan sampah olahan kulit mangga tidak merusak lingkungan. (Kontributor Dr.rer.nat. apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc)