Upaya Pencegahan Diabetes Melitus melalui Pembudayaan Gaya Hidup Sehat

FK-KMK UGM. Diabetes Melitus masih menjadi permasalahan yang butuh banyak perhatian dari berbagai pihak. Berbagai strategi disusun sedemikian rupa untuk menciptakan inovasi yang bisa benar-benar diimplementasikan kepada masyarakat terutama di daerah. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bersama dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia melakukan studi kasus terhadap permasalahan tersebut dalam Penutupan Penutupan rangkaian Forum Nasional XIII Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) Tahun 2023.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu (27/9) di Auditorium lantai 1 Gedung Pascasarjana Tahir FK-KMK ini, judul yang diangkat sebagai kajian adalah “Studi Kasus Penanganan DM: Social Development dan Implementasi Undang-Undang Kesehatan dalam Konteks Transformasi Kesehatan di Daerah”. Jika ditilik dalam rangka pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs),  kegiatan ini mendukung ketercapaian SDGs nomer 3, “Good Health and Well-Being” , nomer 4, “Quality Education”, dan nomer 17 “Partnership for the Goals”.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu (27/9) di Auditorium lantai 1 Gedung Pascasarjana Tahir FK-KMK ini, judul yang diangkat sebagai kajian adalah “Studi Kasus Penanganan DM: Social Development dan Implementasi Undang-Undang Kesehatan dalam Konteks Transformasi Kesehatan di Daerah”.

Integrasi budaya dalam penanganan Diabetes Melitus di daerah penting karena budaya itu sudah melekat di masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Supriyati, S.Sos., M.Kes (Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK). Supriyati memberikan contoh budaya menghormati tuan rumah ketika bertamu yang sudah sangat umum dilakukan. “Saat bertamu, tuan rumah akan memberikan suguhan yang kebetulan adalah makanan pantangan bagi kita. Tetapi untuk menghormatinya, kita tetap makan suguhan tersebut,” ujarnya. Budaya seperti ini menjadi salah satu alasan yang membuat penanganan Diabetes Melitus memiliki banyak tantangan.

Menurut Supriyati, solusi untuk masalah ini adalah membudayakan gaya hidup sehat di masyarakat. Ketika gaya hidup sehat sudah terintegrasi dengan budaya masyarakat, edukasi mengenai bahaya Diabetes Melitus akan lebih mudah disampaikan.

Namun, membudayakan gaya hidup sehat pun tidak semudah yang dibayangkan. Supriyati bercerita bahwa di Yogyakarta sudah ada SK Pemerintah Daerah mengenai anjuran hidup sehat dengan program bernama Yogyakarta Sehat Lestari. Program ini sudah lama ada, tetapi banyak masyarakat yang belum tahu. Tantangan pemerintah dalam melanggengkan budaya hidup sehat melalui program ini adalah kurangnya koordinasi antar penanggungjawab yang terlalu sering berganti.

Dalam pembudayaan hidup sehat, terdapat tahapan yang perlu diperhatikan supaya budaya tersebut bisa benar-benar melekat di masyarakat. Supriyati memberikan contoh HPU (Health Promoting University) yang sudah dilakukan di UGM. Salah satu program dalam HPU yang digunakan sebagai upaya pembudayaan hidup sehat adalah Posbindu (Pos Binaan Terpadu).

Menurut Supriyati, melaksanakan Posbindu di fakultas masing-masing memang bukan sesuatu yang sulit. Tantangannya adalah bagaimana Posbindu bisa membuat gaya hidup sehat menjadi budaya di masyarakat. Untuk itu, dalam pelaksanannya, Posbindu membutuhkan advokasi dengan menggandeng banyak pihak. Selanjutnya, perlu adanya dukungan kebijakan dari instansi supaya budaya ini lebih mudah melekat di masyarakat. “Contoh kebijakan yang ada di FK-KMK untuk mendukung hal ini adalah kegiatan Jumat Sehat yang mewajibkan semua sivitas untuk melakukan aktivitas olahraga pada pukul 07.00 – 09.00 sebelum kegiatan akademis dimulai,” jelasnya.

Setelah kegiatan rutin tersebut bisa berjalan dan mendapat respon baik dari semua sivitas, pendampingan tetap harus diberikan. Salah satu contoh pendampingan yang bisa dilakukan adalah memberikan rujukan bagi sivitas yang dirasa memiliki kondisi yang butuh perawatan khusus.

Selanjutnya, drg. Emma Rahmi Aryani, M.M selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menjelaskan peran pemuda Yogyakarta  dalam gerakan sosial melawan Diabetes Melitus. Terdapat 3 peran yang bisa dilakukan oleh pemuda, yaitu advokasi, peran model, dan edukasi. “Kegiatan yang dilakukan sebagai kontribus pemuda sejauh ini adalah bakti sosial, ikut serta dalam kegiatan masyarakat, dan aktif memberikan edukasi terkait bahaya penyakit Diabetes Melitus,” tambahnya.

Peran pemuda dalam penanganan Diabetes Melitus penting karena saat ini DM tidak hanya menyerang kalangan lansia. Dengan adanya peran dari pemuda, diharapkan semua kalangan terpapar edukasi tentang bahaya Diabetes Melitus.

Menurut Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA (Ketua Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-KMK), pembudayaan gaya hidup sehat melalui edukasi harus dimulai dengan memahami bahasa target sasaran. Dalam hal ini, target yang dimaksud adalah masyarakat awam dengan budaya yang sudah melekat di kehidupan sehari-hari. “Penyampaian informasi dengan bahasa dokter sudah pasti akan sulit diterima. Misalnya, kita sebagai tenaga kesehatan, paham bahwa terlalu banyak konsumsi gula berbahaya bagi tubuh. Tapi, menurut budaya yang sudah melekat pada mereka, gula bisa memberikan kebahagiaan jika dikonsumsi,” jelasnya.

Untuk itu, dr. Mubasysyir memberikan solusi untuk lebih dahulu memahami budaya yang ada di masyarakat kemudian menyampaikan informasi dengan bahasa yang bisa mereka pahami. Selain itu, leadership juga penting dalam upaya edukasi ini. “Maksud dari leadership ini bukan menggurui, tetapi berkorban demi kepentingan bersama,” tambah dr. Mubasysyir. (Nirwana/Reporter. Editor: Risky Oktriani)