FK-KMK UGM. Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM kembali melaksanakan International Symposium on Congenital Anomaly and Developmental Biology (ISCADB) secara luring pada Senin dan Selasa (4 dan 5 September) di Hotel Eastparc Yogyakarta.
Kegiatan tersebut selaras dengan tujuan SDG’s nomer 3, Kehidupan Sehat dan Sejahteran dan SDG’s nomer 4 Pendidikan Berkualitas.
Penyakit bawaan genetik menjadi salah satu persoalan utama yang terjadi pada balita. “ISCADB menjadi wadah yang memberikan kesempatan kepada para tenaga kesehatan untuk menambah pengetahuan terkait hal tersebut,” jelas Prof. dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA selaku Ketua ISCADB 2023.
Ketua InaSHG (The Indonesian Society of Human Genetics), dr. Nani Maharani, M.Si.Med., Ph.D menjelaskan bahwa anomali kongenital menjadi salah satu penyebab utama cacat jangka panjang dan kematian pada anak. “Next Generation Sequencing (NGS) menjadi salah satu penyelesaian dari permasalahan tersebut. Saat ini Indonesia sudah mulai merespon terkait dengan pengembangan NGS. Dibutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah untuk bisa memaksimalkan NGS di Indonesia,” ungkapnya.
Hadir pula Dekan FK-KMK UGM, Prof. dr. Yodi Mahendradha, Ph.D., M.Sc., FRSPH menyambut seluruh partisipan ISCADB. Menurut Prof. Yodi, kedokteran presisi di dalam anomali kongenital memiliki banyak tantangan di masa depan. “Namun, kita tidak perlu khawatir karena melalui simposium ini kita akan mendapat pengetahuan dalam menghadapi tantangan tersebut,” tambah Prof. Yodi.
Agenda pembukaan dilanjutkan dengan Plenary Session yang diisi oleh dr. I Made Darmajaya, Sp.BA., Subsp.D.A(K)., MARS (Ketua Umum PERBANI), Prof. dr. Christian Gilissen, Ph.D (Radboud University), serta Prof. dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA (Departemen Ilmu Bedah FK-KMK UGM).
dr. Darmajaya memberikan paparan berjudul Congenital Anomaly: The Role of Pediatric Surgeon in The Precision Healthcare. Terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh ahli bedah di beberapa negara berkembang, terutama terkait dengan jumlah mereka. Ahli bedah di Indonesia relatif masih sedikit sehingga pelayanan kurang merata. “Kita butuh dukungan dari pemerintah untuk menambah jumlah ahli bedah di Indonesia,” jelasnya.
Pembicara kedua, Prof. Gilissen hadir membawakan materi Unravelling the Genetic Causes of Congenital Disorder Using Next-Generation Sequencing. “Untuk menggunakan NGS dalam anomali kongenital, kita harus fokus pada variasi yang dapat menyebabkan kelainan genetik,” ujar Prof. Gilissen.
Terakhir, Prof. Gunadi dalam paparan yang berjudul Advances in Genomics & Precision Medicine for Congenital Anomaly in Indonesia menjelaskan bahwa lanskap global telah berubah sejak ditemukannya teknologi dalam dunia kedokteran seperti NGS. NGS sudah mulai dikembangkan di Indonesia tetapi memang belum banyak. “Saat ini sudah ada 6 rumah sakit yang mengembangkan NGS. Namun, di masa depan kita masih akan menghadapi tantangan dalam hal privasi, biaya, dan masalah etik,” tambahnya. (Nirwana/Reporter. Editor: Dani & Ida)