FK-KMK UGM. Menjadi salah satu delegasi dalam Lindau Nobel Laureate Meeting saat masih menjadi mahasiswa tidak pernah terbayang oleh dr. Azzahra Asysyifa (Program Studi Kedokteran FK-KMK UGM angkatan 2017). Dirinya memang memiliki ketertarikan di bidang penelitian sejak masih SMP yang kemudian terus dipupuk hingga ia berada di bangku perguruan tinggi. “Waktu SMP dan SMA saya mengikuti olimpiade penelitian, di perkuliahan juga sempat ikut PIMNAS,” jelasnya.
Selama masa kuliah, ada beberapa topik penelitian yang sempat dicoba oleh dr. Syifa, seperti basic science, public health, serta penelitian interdisipliner. Namun, ternyata ia lebih tertarik dengan penelitian basic science seperti yang ia lakukan dalam PIMNAS. “Saya melakukan penelitian targeted therapy menggunakan ekstrak bunga telang untuk melihat apakah kimia aktif di dalam ekstrak bunga telang bisa menarget gen tertentu supaya sel kanker tidak menyebar,” jelasnya. Penelitian PIMNAS ini juga ia lanjutkan dalam skripsi sebagai syarat kelulusannya.
Karena prestasinya, dr. Syifa akhirnya terpilih untuk menjadi salah satu calon delegasi Lindau Nobel Laureate Meeting atas rekomendasi Direktorat Pendidikan dan Pengajaran UGM. “Sebenarnya saya lolos sebagai delegasi itu tahun 2020. Tapi kegiatan luring sempat ditunda karena pandemi Covid-19 sehingga baru tahun 2023 ini mendapat undangan kembali untuk mengikuti Lindau Nobel Laureate Meeting,” ungkap dr. Syifa.
Selama masa seleksi hingga persiapan keberangkatan dr. Syifa tidak menemukan kendala yang signifikan. Namun, sempat mengalami momen ketegangan karena visa baru jadi 5 hari sebelum keberangkatan. Semua akomodasi sudah dipesan, disayangkan apabila dirinya gagal berangkat karena terkendala visa. “Yang menjadi tantangan sebelum keberangkatan adalah komunikasi dengan pihak yang memberikan dukungan dalam bentuk dana,” tambah dr. Syifa.
Menurut penjelasan dr. Syifa, calon delegasi dari Undergraduate Program memang bisa ikut dalam kegiatan ini, tapi persentasenya lebih sedikit. “Di sana semua ilmuwan muda bergabung jadi 1, tidak ada sekat apakah delegasi masih mahasiswa atau sudah menjadi peneliti,” jelas dr. Syifa. Menurutnya, Lindau Nobel Laureate Meeting adalah bentuk kegiatan yang unik karena delegasi bisa interaksi langsung dengan para penerima nobel. dr. Syifa mengungkapkan bahwa mereka sangat terbuka dalam memberi saran dan masukan. Tidak hanya terkait penelitian, tapi juga karir dan kehidupan. “Biasanya hanya membaca teori mereka di buku, sekarang bisa bertemu langsung,” tambahnya.
Ada banyak kegiatan yang diikuti dr. Syifa selama menjadi delegasi. “Ada lecture yang bentuknya seperti kuliah satu arah, panel discussion, lunch, science walk, dan beberapa diskusi yang dilakukan dalam kelompok dengan melibatkan penerima nobel,” terangnya.
dr. Syifa mengaku mendapatkan banyak hal dari Lindau Nobel Laureate Meeting ini selain ilmu pengetahuan. Banyak insight yang bisa diambil dari paparan para penerima nobel. Tidak hanya hal-hal terkait keberhasilan penelitian, tapi juga banyaknya kegagalan yang pernah dilalui. “Networking juga bisa dilakukan dengan berbagai peneliti dari seluruh dunia, jadi bisa membuka jalan untuk kolaborasi,” tambahnya.
Setelah lulus dan melaksanakan sumpah dokter, dr. Syifa sudah memiliki rencana untuk melanjutkan karirnya di dunia penelitian. “Mungkin setelah internship akan mencoba melanjutkan pendidikan kembali untuk mengejar karir sebagai peneliti,” jelas dr. Syifa.
Dirinya berpesan bahwa jangan takut untuk memulai sesuatu. Ketakutan itu pasti ada, tapi harus dilawan. “Saya juga awalnya minder karena belum memiliki ilmu yang cukup untuk ikut serta dalam kegiatan sebesar ini. Ternyata, justru peneliti senior itu merangkul dan memberikan insight baru yang berguna dalam rencana mengembangkan karir,” ungkap dr. Syifa.
“Dari Lindau ini saya sadar bahwa masih ada banyak hal yang harus saya pelajari, maka saya berharap bisa belajar lebih banyak lagi supaya bisa memberikan kontribusi untuk masyarakat melalui penelitian,” ujar dr. Syifa menutup wawancara. (Nirwana/Reporter)