Persiapan Adaptasi Kebiasaan Baru di Lingkungan Kampus Penting Diupayakan

FK-KMK UGM. Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menggelar webinar dengan tema “Persiapan Adaptasi Kebiasaan Baru di Lingkungan Kampus” pada Kamis (8/10) pukul 10.00 – 12.00 WIB secara daring.  Webinar ini digelar untuk mengeksplorasi strategi perguruan tinggi dalam upayanya untuk melindungi seluruh sivitas mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan karyawannya dari penularan COVID-19.

“Dunia kampus adalah dunia yang mengharuskan adanya interaksi antar mahasiswa maupun dosen. Padahal apabila kita melihat risiko yang telah dipetakan oleh BNPB, dunia kampus menjadi salah satu sektor yang dianggap berisiko tinggi menularkan COVID-19. Akan ada kluster yang besar apabila tidak dipersiapkan dengan baik”, jelas dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM saat membuka kegiatan webinar.

Beberapa hal itulah melatarbelakangi perlu adanya persiapan adaptasi kebiasaan baru di lingkungan kampus. “Kami berharap sharing pengalaman ini minimal dapat menjadi model dan memberikan gambaran apa yang dapat perguruan tinggi lakukan agar tidak menjadi pusat penularan COVID-19 dan bisa berkontribusi dalam penanganan COVID-19 di Indonesia”, ungkap dr. Riris Andono Ahmad.

Menurut Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS., Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM sekaligus moderator webinar, repopulasi mahasiswa dari tempat tinggal masing-masing ke lingkungan kampus tentu akan membawa konsekuensi besar. Hal ini didasarkan akan ada banyaknya interaksi antara mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan komunitas lain di luar kampus. “Oleh karena itu, kampus sebagai institusi yang sering menyusun penelitian dan memberikan rekomendasi untuk instusi lain perlu mendiseminasikan informasi mengenai apa saja yang dilakukan di kampus untuk menjaga dan meminimalisir penularan COVID-19”, jelasnya.

Webinar kali ini akan memaparkan pengalaman dan strategi yang disiapkan UGM untuk menyambut repopulasi mahasiswa. Sesi pertama webinar menghadirkan narasumber Dr. dr. Rustamadji, M.Kes., Dosen Departemen Farmakologi dan Terapi FK-KMK UGM yang juga merupakan Ketua Tim Satgas COVID-19 UGM. Pada kesempatan ini beliau memaparkan beberapa ‘Kesiapan Adaptasi Kebiasan Baru UGM’.

“Terdapat sekitar 9.068 mahasiswa baru program S1 dan 6.000 mahasiswa baru program S2. Artinya UGM berada dalam posisi cukup besar dalam melakukan repopulasi”, ungkap dr. Rustamadji. Menurutnya pembukaan kampus harus dilakukan dengan hati-hati, karena mahasiswa baru berasal dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan juga ada yang berasal dari zona merah. Maka dari itu penting bagi mahasiswa yang datang ke DIY, untuk dilakukan skirining awal melalui SIMASTER dan dilakukan pemeriksaan kesehatan”, jelasnya.

Rustamadji mengungkapkan, saat ini sedang disiapkan sarana pendukung pembukaan kampus luring. “Upaya pendukung pembelajaran dilakukan dengan melakukan penguatan fasilitas kesehatan layanan kesehatan tingkat primer melalui GMC dan KORPAGAMA, selanjutnya RS Akademik UGM. Juga kerjamasama dan komunikasi terus menerus dengan Puskesmas Depok 3 dan Puskesmas Mlati 2. Kemampuan untuk pelacakan, penelusuran, dan pengujian menjadi penting, dan koordinasi dengan pemerintah daerah menjadi kuncinya. Juga dilakukan penyiapan sarana isolasi sejumlah 80 kamar dan terus melakukan promosi adaptasi kebiasaan baru”, jelasnya.

Sesi kedua webinar menghadirkan, dr. Citra Indriani, MPH., Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi FK-KMK UGM sekaligus peneliti di Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM. dr. Citra memaparkan mengenai “Pengelolaan, Pencegahan dan Penularan COVID-19 di Asrama dan Kos”.

“Banyak kluster baru muncul karena mulainya kegiatan Adaptasi Kebiasaan Baru, sehingga terjadi repopulasi mahasiswa, seperti di asrama dan pondok pesantren. Kalau dari satu sisi saja yang melakukan protokol kesehatan dengan baik, tetapi disisi lain tidak dilakukan dengan baik, maka kluster tersebut tidak bisa dihindarkan”, tegas dr. Citra. Menurutnya,  roda gerak untuk melakukan protokol kesehatan seharusnya bersama-sama. Oleh karena itu, kerjasama masing-masing individu untuk patuh protokol kesehatan diperlukan untuk mencegah penularan.

Sesi ketiga webinar menghadirkan, Prof. Dra. Raden Ajeng Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D., Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK-KMK UGM yang juga merupakan Ketua Health Promoting University (HPU) UGM. Beliau memaparkan mengenai “Pencegahan dan Penularan COVID-19 di Tempat Kerja”. Menurutnya perilaku pencegahan dan pengendalian yang perlu diadaptasi menjadi kebiasaan selain mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak dan menghindari lingkungan yaitu juga perlu menerapkan perilaku hidup sehat.

HPU adalah pendekatan untuk menciptakan lingkungan belajar dan budaya organisasi yang mendukung kesehatan, kesejahteraan, dan keberlangsungan dari komunitas baik internal maupun disekitar yang membuat masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang baik. Meskipun awalnya HPU UGM fokus untuk mengembangkan kegiatan program pencegahan penyakit tidak menular, namun dalam perkembangannya, HPU UGM juga melakukan kegiatan untuk pencegahan penyakit menular, termasuk COVID-19.

Divisi literasi kesehatan HPU UGM banyak melakukan sosialisasi terkait COVID-19. Salah satunya, tim HPU UGM bersama dengan Kemenkes RI dan universitas jejaring HPU Indonesia turut mendukung penanganan Covid-19 di lingkungan Kampus dengan menyusun Buku Panduan Kampus Siaga Covid-19. Harapannya ada petunjuk secara umum dalam penerapan Kampus Siaga Covid-19 sehingga pola pikir dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Kampus Siaga Covid-19 dapat lebih terarah dan dapat berjalan dengan baik.

“Ketika yang berpengetahuan tidak menjalankan pengetahuannya, maka mereka yang tidak berpengetahuan akan mengikuti. Kampus sebagai institusi yang bertugas untuk mendidik, meneliti, dan melakukan pengabdian kepada masyarakat memiliki knowledge yang besar mengenai COVID-19. Kampus juga perlu menjalankan Health Promoting University sehingga pembelajaran didukung oleh lingkungan dan perilaku yang sehat. Pembelajaran tidak boleh berhenti, akan tetapi ketika pandemi COVID-19 terjadi perlu dilakukan beberapa modifikasi”, jelas dr. Andreasta.  (Vania Elysia/Reporter)

Berita Terbaru