FK-KMK Menggiatkan Anti Pelecehan dalam Proses Pendidikan

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menggelar kegiatan lunch discussion secara daring, Rabu (30/9), dengan tema: “Pelecehan (fisik, verbal, sosial) dalam Proses Pendidikan”.

Acara yang diikuti oleh dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa dan rumah sakit jejaring pendidikan FK-KMK UGM ini menghadirkan Prof. dr. Moh. Hakimi, PhD., SpOG(K)., beserta Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., SpOG(K) selaku narasumber dan dr. Deddy Nur Wachid A., M.Kes., Sppd-KR.

Prof. Hakimi dalam kesempatan ini menegaskan bahwa pelecehan seksual sebagai bentuk diskriminasi terdiri dari tiga kategori perilaku, yakni pelecehan gender melalui perilaku verbal dan non-verbal yang menunjukkan permusuhan, objektifikasi, pengucilan, atau status kelas dua tentang anggota dari satu jenis kelamin. Kedua, perhatian seksual yang tidak diinginkan seperti rayuan seksual yang tidak diinginkan secara verbal atau fisik. Ketiga, pemaksaan seksual.

“Terdapat beberapa elemen kunci dalam perundungan yakni: bentuk  agresi, disengaja, hubungan interpersonal, ketimpangan ataupun kekuasaan, dan pengulangan”, imbuhnya.

Banyak korban perundungan tidak melapor denan beragam alasan. Seperti merasa tidak ada gunanya, perasaan malu, takut, menyalahkan diri sendiri, tidak tahu cara melaporkan, tidak ingin menyusahkan orang lain, berpikir orang lain akan mempermalukan, tidak mempercayai system, tidak ingin membuat masalah, hingga tidak menyadari bahwa kejadian yang dialaminya telah mengarah ke pelecehan seksual. Beberapa hal tersebut ditegaskan Prof. Ova Emilia saat memaparkan beberapa poin materinya.

“Dari hasil jajak pendapat perundungan, sekitar 46,6% pernah mengalami perundungan baik itu berupa kata kasar, membentak, hambatan proses studi hingga kekerasan fisik. Dan tiga pelaku teratas dari jejak pendapat tersebut, kebanyakan perundungan dilakukan oleh senior, dosen, maupun perawat,” ungkapnya.

Perundungan dalam proses pendidikan kedokteran bias berpotensi menganggu psikis, hingga menghambat proses studi. UGM saat ini sudah memiliki beberapa ketetapan untuk mengatasi hal tersebut. Seperti adanya Peraturan Rektor mengenai kode etik dosen tahun 2004, Peraturan Rektor mengenai tata perilaku mahasiswa tahun 2013, Peraturan Rektor mengenai kode etik tenaga kependidikan tahun 2017, dan Peraturan Rektor mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual tahun 2020.

“Karena pada dasarnya, mahasiswa berhak untuk mendapatkan rasa aman dan keselamatan selama melakukan kegiatan di Universitas dan/atau yang berkaitan dengan tugas Universitas baik yang bersifat akademik maupun non akademik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan atau keputusan yang ditetapkan Universitas,” tegas Prof. Ova.

Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan ntuk mengurangi kekerasan ataupun perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran.  “Pertama, beritahukan untuk menghentikan perbuatannya, kemudian laporkan, dan dokumentasikan,” jelas Prof. Ova. (Wiwin/IRO; Foto: Aryo)

Berita Terbaru