Pengelolaan Tim Emergensi RS dalam Keselamatan Pasien dan Keselamatan Anggota Tim pada Masa Pandemi

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerjasama dengan Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN) menyelenggarakan Forum Diskusi Mutu Pelayanan Kesehatan Online. Forum diskusi yang digelar pada Rabu (22/07) melalui platform Zoom dan Live Streaming YouTube ini mengusung tema “Pengelolaan Tim Emergensi RS dalam Keselamatan Pasien (Covid dan Non-Covid) dan Keselamatan Anggota Tim pada Masa Pandemi”.

Tim Code Blue RSA UGM, dr. Firman Fauzan Arief Lutfie, Sp.JP., hadir menjadi salah satu narasumber diskusi dengan topik “Efektivitas Serta Manajemen Tim Code Blue RSA UGM Terkait dengan Angka Harapan Hidup dan Keselamatan Pasien”. Dalam pemaparannya, dr. Firman mengungkapkan di era pandemi Code Blue System banyak menjadi kontroversi antara menyelamatkan pasien atau melindungi diri terlebih dahulu dengan Alat Pelindung Diri yang ideal.

“Komponen untuk manajemen Code Blue System ada tiga komponen utama yang saling berkaitan. Pertama, komponen personel/SDM. Kedua, untuk membangun sistem itu sendiri diperlukan SOP dan legal aspect yang mendasari kinerja Tim Code Blue itu sendiri. Ketiga, sarana yang harus mampu mendukung kemampuan Tim Code Blue. Tanpa adanya keseimbangan dari ketiga komponen manajemen ini, maka keberhasilan Tim Code Blue dalam melakukan resusitasi akan berkurang drastis”, jelas dr. Firman.

Seringkali muncul dilemma ‘safety first VS patient safety’. “Dari beberapa konsil resusitasi di seluruh dunia, menyebutkan bahwa jangan memulai resusitasi sebelum APD terpasang, karena yang utama adalah safety untuk diri sendiri dulu baru kemudian SOP/algoritma”, jelas dr. Firman. Beliau juga mengungkapkan, di era pandemi Covid-19, semua penolong wajib menggunakan Personal Protective Equipment (PPE). Penolong Bantuan Hidup Dasar/ Hands-Only CPR yang melakukan kompresi minimal menggunakan PPE level 1 yaitu menggunakan masker, pakaian kerja rumah sakit, disposable latex, dan mulut pasien diberikan masker untuk mencegah cairan keluar dari mulut pasien berupa aerosol/droplet ketika dilakukan kompresi.

Pada kondisi wabah, jumlah tim Bantuan Hidup Dasar diminimalkan menjadi 3-4 orang, yang terdiri dari kapten (defibrilator), airway, kompresor (bergantian dengan airway), IV access sekaligus notulen. Demi memastikan Code Blue System berjalan di era pandemi ini maka perlu adanya Early Warning System (EWS) sehingga persiapan akan memadai. Selain itu juga meningkatkan kapabilitas sebagai tenaga kesehatan dengan memprediksi kapan cardiac arrest terjadi sehingga dapat dipersiapkan semuanya, baik SDM, algoritma/SOP, dan PPE.

Diskusi yang dimoderatori oleh dr. Novika Handayani, peneliti PKMK FK-KMK UGM ini juga menghadirkan narasumber dr. Meirina Mulia Wardani, MPH., Kepala Seksi Pelayanan Medik RS UNS sekaligus dosen FK UNS dengan topik “Manajemen Instalasi Gawat Darurat RS UNS di Era Covid-19”. Juga menghadirkan pembahas dr. Nenny Sri Mulyani, Sp.A(K)., Ketua Komite Mutu Keselamatan Pasien RSUP Dr. Sardjito Tahun 2014-2019. (Vania Elysia/Reporter)

Berita Terbaru