FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KP-MAK), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM pada Rabu (24/4) hingga Kamis (25/4) menggelar seminar dan training bertajuk “JKN Through the Ages: What the Evidence Tell Us.”
Bekerjasama dengan Nuffic, kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari tersebut menghadirkan beberapa pembicara ahli di bidang manajemen asuransi kesehatan, baik dari lingkup nasional hingga level internasional. Bertempat di Ballroom C, The Alana Yogyakarta, seminar dimulai dengan sesi pengenalan sejarah Jaminan Kesehatan Nasional. Di sesi pertama tersebut, Direktur Ternyata Ltd, Dr. Elizabeth Pisani bercerita mengenai perjalanan bangsa Indonesia serta jatuh bangunnya asuransi kesehatan yang ternyata telah dirintis sejak 1960-an. “Jadi sejak 1960 sudah ada mimpi JKN sebetulnya, bukan hanya mimpi namun sudah ada undang-undangnya tetapi ternyata tidak berjalan,” tutur Dr. Eliz.
Senada dengan penuturan Dr. Eliz, pakar ekonomi kesehatan Universitas Diponegoro, Dr. Chriswardani Suryawati, M.Kes menjelaskan jika sistem jaminan kesehatan sudah ada dikenal di era Hindia Belanda. Menurut Dr. Chriswardani, jaminan kesehatan itu terus bertransformasi dari tahun ke tahun dalam bentuk yang beragam mulai dari Jamsostek, Askes, Asabri, Taspen, Jamkesmas, hingga akhirnya di tahun 2014 dikenal sebagai sistem jaminan kesehatan tunggal. “Ketika jaman Hindia Belanda, kita sudah ada jaminan kesehatan tetapi hanya untuk warga negara kelas satu. Menjelang akhir jabatan Soekarno tertuang beberapa hal terkait kesehatan dalam bentuk pembangunan fasilitas kesehatan,” jelasnya.
Di sesi kedua, audiens seminar yang terdiri dari mahasiswa, praktisi maupun pengamat kebijakan asuransi kesehatan disuguhi beberapa materi terkait kondisi Jaminan Kesehatan Nasional saat ini. Wakil direktur bidang penelitian dan pengembangan BPJS Kesehatan, dr. Andi Afdal Abdullah, MM membuka sesi kedua dengan pemaparan yang berjudul Current Status of JKN. “Keikutsertaan masyarakat untuk bergabung dalam program JKN terus bertambah sekitar 400.000 – 600.000 orang per bulan,” tuturnya mengawali presentasi. Dokter Afdal juga menambahkan bahwa dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional pemanfaatan layanan kesehatan oleh masyarakat menjadi semakin meningkat, “Dari data kami di tahun 2018, setiap hari ada 640.821 orang yang mengakses layanan kesehatan. Sehingga, yang ingin kami sampaikan adalah disamping ada hal-hal yang harus kita perbaiki, JKN ternyata memberikan akses (layanan kesehatan) yang cukup untuk masyarakat miskin.”
Selanjutnya, Prof. Laksono Trisnantoro, pakar kebijakan pembiayaan dan asuransi kesehatan Universitas Gadjah Mada mencoba memberikan pemaparan evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional yang kurang lebih sudah lima tahun berjalan. “Kita (Indonesia) sangat berbeda dengan Korea ataupun Jerman yang memiliki kondisi homogen. Sehingga apa yang terjadi saat JKN diterapkan? Outcome-nya berbeda-beda tiap provinsi. Ada perbedaan yang cukup tajam antara daerah yg berkembang dan daerah yang kurang berkembang,” ujar Prof. Laksono. “JKN memang bisa memproteksi banyak orang dari problem pembiayaan pengobatan saat sakit, namun 8 target yang dicanangkan JKN di tahun 2014 belum tercapai,” pungkasnya. (Alfi/ Reporter).