Raih Doktor Usai Teliti Hubungan Antar Lembaga dalam JKN

FK-KMK UGM. Sejak era reformasi, tuntutan desentralisasi kesehatan semakin menguat. Di mana kewenangan pusat banyak dialihkan ke daerah termasuk dalam hal pegelolaan rujuan (rumah sakit) dan jaminan kesehatan. “Namun dengan banyaknya dinamika yang terjadi, justru sektor jaminan kesehatan didesentralisasi kembali ke pusat melalui UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS,” terang Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Dr. dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD., KGEH., FINASIM., FACP., M.Kes., Kamis (18/4) saat menjalani sidang ujian terbuka program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM.

Doktor Chairul dalam kesempatan ini juga memaparkan bahwa pemerintah pusat telah memainkan peran penting dalam menentukan alternatif kebijakan terbaik bagi pelaksanaan sistem JKN dengan adanya sentralisasi kebijakan pembiayaan kesehatan melalui program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Apalagi Indonesia saat ini sedang menuju Universal Health Coverage (UHC) 2019.

“Dalam mengimplementasikan kebijakan yang tersentralisasi, pemerintah menghadapi kendala kewenangan kebijakan kesehatan di tingkat pusat yang kompleks dan kewenangan yang terdesentralisasi ke level provinsi, kabupaten, dan kota pasca kelahiran UU Nomor 23 tahun 2014. Berbagai benturan permasalahan pada akhrnya menyebakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan belum optimal,” paparnya.

Penelitian yang bertujuan untuk menentukan pola hubungan kelembagaa yang berkaitan dengan kebijakan dan regulasi antara pusat dan daerah dalam implementasi program jamina kesehatan di Indonesia yang terdesentralisasi di daerah ini menghasilkan dua simpulan utama. Pertama, pola hubungan atar lembaga dalam implementasi program JKN di level pusat adalah pola traditional model, sementara pola hubungan antar lembaga yang terjadi di daerah adalah Plato Republic Model.

Kedua, dalam konteks hubungan antar lembaga dalam impelementasi program JKN, terdapat beberapa faktor disabler yang menghambat keberhasilan program dan harus diperbaiki. Perbaikan tersebut di antaranya adalah: 1). informasi prinsipal pusat atas JKN tidak utuh. 2). Kendali hirarkis prinsipal pusat atas agen lemah. 3). Policy emphasis Pemda lemah, bergantung komitmen pimpinan. 4). Informasi dan daya tawar agen lemah terhadap pemda.

“Melihat konteks kondisi pola hubungan antar lembaga yang terjadi saat ini, maka untuk mencapai keberhasilan implementasi JKN secara nasional, diperlukan suatu mekanisme berupa: struktur hubungan hirarkis yang lebih kuat di tingkat pusat, daya tawar BPJS Kesehatan yang lebih kuat di daerah, dan policy emphasis yag lebih kuat dari Pemda,” ungkap Dr. Chairul saat memaparkan rekomendasi hasil penelitiannya.

Penelitian jenis kualitatif studi kasus eksploratoris, dengan Promotor: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD ini berhasil menghantarkan Dr. Chairul meraih gelar Doktor ke-4.423 UGM. (Wiwin/IRO)