Pengukuhan Prof. Gandes: Adaptasi Pendidikan Kedokteran Masa Depan

FK-KMK UGM. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, menjadi misi utama pendidikan kedokteran. Kalimat ini diungkapkan dengan tegas oleh sosok staf pendidik di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Prof. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., PhD, Selasa (2/4) saat mengawali pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar di Balai Senat UGM.

“Pendidik mempunyai tanggung jawab untuk memastikan pendidikan kedokteran berjalan di jalur yang benar dalam menghadapi perubahan yang sangat cepat dan sulit diprediksi. Oleh karenanya diperlukan adaptasi,” terang sosok Guru Besar FK-KMK UGM yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ini.

Berbagai perubahan yang terjadi di masa depan seperti perubahan pola dan penanganan penyakit secara global, perubahan pasien, pemahaman baru proses belajar dan implikasinya terhadap pendidikan kedokteran, perubahan karakteristik mahasiswa, kecepatan evolusi teknologi informasi maupun teknologi kedokteran, merupakan keniscayaan di masa depan.

“Keutamaan lulusan adalah mampu menyediakan layanan yang aman kepada pasien.  Oleh karenanya, lulusan diharapkan mampu menjadi medical expert, communicator, collaborator, leader, health advocate, scholar dan professional, serta belajar sepanjang hayat dan memiliki kreativitas. Itulah kunci masa depan”, papar Prof. Gandes.

Pidato pengukuhan Guru Besar di bidang Pendidikan Kedokteran yang bertajuk: “Adaptasi Pendidikan Kedokteran dalam Mendidik Dokter Masa Depan”, ini menekankan adanya sembilan elemen yang digunakan Fakultas Kedokteran untuk merencanakan arah geraknya. Meskipun dalam hal ini, Prof. Gandes menegaskan bahwa dimensi ‘dulu-kini’ dan ‘ke depan’ bukanlah dua kutub ekstrem polarisasi yang berbeda, namun sebagai satu rangkaian proses. Pertama, seleksi mahasiswa. Dalam elemen ini, Prof. Gandes menekankan masih adanya ketidaksesuaian antara seleksi dengan proses pembelajaran dan outcome yang diharapkan. “Penting kiranya seleksi dapat dilakukan dalam dua tingkat. Tingkat pertama untuk memastikan standar akademik minimal terpenuhi. Sedangkan tingkat kedua, memfokuskan pada kualitas karakteristik untuk menjadi dokter yang baik,” tegasnya.

Kedua, fokus pada seleksi pendidik, serta pengembangan karir dosen. “Saya berimajinasi, bahwa dosen kedokteran semestinya mempunyai keahlian spesifik dalam mendidik calon dokter seperti halnya para dokter spesialis yang mempunyai keahlian yang unik dalam bidangnya. Seleksi dan pengembangan karier yang tepat akan menghasilkan dosen dengan kemampuan teknis untuk melakukan proses pembelajaran, pendekatan dan diisi oleh orang yang benar,” ungkapnya.

Ketiga, berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran bersifat otentik yang memfokuskan pada kompleksitas masalah nyata disertai solusinya. Keempat, strategi pembelajaran lebih adaptif (adaptive education). Kelima, materi pembelajaran. Dalam hal ini kemudahan akses informasi seharusnya mendorong institusi untuk membedakan materi pembelajaran apa yang akan berubah dan materi apa yang akan tetap dibutuhkan. “Di masa depan, juga diperlukan promosi pendidikan interprofesional dan transprofesional untuk menghentikan silo professional, sembari meningkatkan hubungan kolaboratif dan non-hierarkis dalam tim yang efektif,” ungkap Prof. Gandes.

Keenam, teknologi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketujuh, penilaian pembelajaran yang perlu didesain secara integral, sehingga mampu memerankan 3 fungsi utama yakni: menstimulus belajar, menjadi dasar pengambilan keputusan yang sahih, dan dapat digunakan untuk menjamin mutu proses pendidikan. Kedelapan, memupuk budaya berpikir kritis untuk memobilisasi pengetahuan ilmiah, pertimbangan etis dan penalaran publik untuk menghasilkan transformasi sosial.

Sebelum menutup pidato pengukuhannya, Prof. Gandes kembali menegaskan dua pesan kunci. Baginya, kolaborasi dalam berbagai level sangat penting dengan memanfaatkan sumber daya global dengan adaptasi lokal, serta menekankan adanya humanisme dalam pendidikan. “Aspek humanisme tidak boleh hilang karena pada dasarnya hubungan antara dokter dan pasien adalah human to human, belum akan tergantikan oleh teknologi. Teknologi merupakan alat bantu,” pungkasnya. (Wiwin/IRO; Foto: Dian)