Saat ini, dunia kesehatan Indonesia sedang menghadapi perubahan demografis yang cukup signifikan, salah satunya adalah ledakan jumlah penduduk lanjut usia (di atas 60 tahun) yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2025-2035. Hal ini disebabkan karena angka harapan hidup masyarakat Indonesia yang telah meningkat dari 69,8 tahun pada 2010 menjadi 70,9 tahun pada 2017. Fenomena ini disebut sebagai transisi menuju aging population.
Melihat hal ini, maka tenaga kesehatan di Indonesia pun perlu dipersiapkan untuk menghadapi perubahan demografis ini. Pengelolaan kesehatan pada lansia merupakan hal yang spesifik dan membutuhkan kolaborasi antar profesi yang baik. Maka dari itu, Summer Course 2018 yang digelar oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, bekerjasama dengan Fakultas Farmasi, dan Fakultas Kedokteran Gigi UGM mengambil tema Health-related Problems in Elderly. Selain menyiapkan calon tenaga kesehatan Indonesia masa depan untuk transisi ke aging population, summer course ini juga untuk media bagi mahasiswa dan pakar dari berbagai negara dan profesi untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman.
Summer Course 2018 merupakan penggelaran summer course yang ketiga sejak 2016 dan akan digelar pada tanggal 29 Oktober – 16 November 2018 dan diikuti 24 mahasiswa UGM dan 23 peserta dari mitra luar negeri, seperti Alexander Technological Institute of Thessaloniki, Yunani, dan Thamassat University, Thailand. Tidak hanya itu, summer course ini juga mengundang berbagai dosen pakar dari luar negeri, seperti Niigata University, Jepang, dan National Cheng Kung University, Taiwan.
Drs. Abdul Wahab, MPH sebagai perwakilan dari penyelenggara Summer Course 2018 menjelaskan bahwa program ini terdiri dari satu minggu pembelajaran teori dari berbagai dosen pakar dilanjutkan dengan dua minggu pembelajaran kesehatan komunitas lintas disiplin dengan berfokus pada kesehatan lansia di delapan Puskesmas di Kulon Progo. Di sana, para peserta akan mengikuti kegiatan magang dan kegiatan lapangan sesuai Puskesmas masing-masing dengan dibimbing DPL dari UGM dan pembimbing lapangan dari dokter Puskesmas. Kabupaten Kulon Progo dipilih karena memiliki banyak program inovatif untuk kesehatan masyarakat dan memiliki geografis nya bervariasi, seperti pegunungan dan pesisir. Terakhir, para peserta akan mempresentasikan hasil pembelajaran mereka selama di lapangan.
Pada tanggal 1 November 2018, kegiatan para peserta meliputi panel discussion di FK-KMK UGM, dilanjutkan dengan kunjungan ke Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Abiyoso di Pakem, Sleman. Mereka disambut oleh para staf BPSTW Abiyoso, termasuk oleh Drs. Fatchan, M.Si sebagai kepala BPSTW Abiyoso. Drs. Fatchan, M.Si menjelaskan bahwa BPSTW Abiyoso ini merupakan salah satu dari dua BPSTW dibawah Dinas Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta. Tahun ini, BPSTW menampung 214 lansia.
Drs. Fatchan, M.Si juga menegaskan bahwa di BPSTW ini, mereka mendukung para lansia untuk tetap sehat dan berguna, tidak hanya duduk dan dilayani. Hal ini direalisasikan dengan bimbingan fisik yang terdiri dari senam lansia yang dilakukan selama 30 menit tiap hari kecuali hari Minggu, bimbingan mental dan agama, bimbingan sosial, dan bimbingan keterampilan. Bimbingan keterampilan ini disesuaikan dengan kemampuan para lansia dan bertujuan agar mereka merasa bangga karena masih bisa berkontribusi dan berguna. Untuk mendukung jalannya berbagai program ini, BPSTW Abiyoso memiliki staf yang terdiri dari pekerja sosial, dokter, tiga perawat, dan pramubakti. Para staf ini memastikan bahwa para lansia selalu diawasi 24 jam. Dalam hal kesehatan, BPSTW Abiyoso bekerja sama dengan Puskesmas Pakem, contohnya untuk penyusunan menu makanan sehari-hari.
Menanggapi ini, Prof. Patsamon Khumtaveeporn, profesor dari bidang keperawatan Mahidol University, Thailand yang juga merupakan dosen ahli pada Summer Course 2018 ini, menjelaskan ada beberapa perbedaan program lansia di Indonesia dan Thailand. Contohnya, di Thailand, tidak terdapat dokter di balai sosial untuk lansia, hanya dua perawat untuk sekitar 200 lansia. Selain itu, lansia yang menderita penyakit menular seperti TB dan HIV juga tidak diperbolehkan tinggal di balai sosial untuk lansia.
Dr. dr. Probosuseno, Sp.PD-KGer(K), ahli geriarti yang juga merupakan salah satu dosen ahli pada Summer Course 2018 ini lalu menjelaskan lebih lanjut tentang kesehatan pada lansia. Mulai usia 30 tahun, terdapat yang disebut Hukum 1%, dimana tiap tahun kemampuan tubuh (fisik, mental, sosial) akan menurun 1%. Maka dari itu, normal bagi lansia untuk menderita multiple diseases, biasanya hingga empat atau lebih, berbeda dengan orang muda. Secara fisik, penurunan fungsi yang terjadi adalah immobility, instability, intellectual impairment, malnutrition, impotence, impaction (konstipasi), isolation (merasa terasingkan dan sendiri), immunodeficiency (penurunan daya tahan tubuh), dan lain-lain. Maka dari itu, diperlukan manajemen yang komprehensif antar profesi, baik itu tenaga kesehatan, pekerja sosial, pemerintah, masyarakat, dan lain-lain. Menurut Dr. dr. Probosuseno, Sp.PD-KGer(K), indikasi lansia yang sukses adalah yang senang, sehat, takwa, terhormat, mandiri, dan bermanfaat. Selain itu, mereka juga harus bangga pada masa lalu, puas pada masa sekarang, tidak mencemaskan masa depan, dan dicintai oleh sekitarnya.
Para peserta lalu melanjutkan aktivitas dengan mengunjungi para lansia yang terdapat di BPSTW Abiyoso untuk melakukan berbagai macam aktivitas. Ada kelompok yang mengajarkan senam lansia, ada pula yang bermain games yang terdiri dari hitungan matematika sederhana dan pengetahuan umum seperti gudeg terbuat dari apa dan nama candi yang ada di Yogyakarta apa. Farasila, salah satu peserta Summer Course 2018 dari FK-KMK UGM, menjelaskan bahwa kegiatan ini membuka mata bahwa masih sangat kurang kepedulian keluarga dan anak muda terhadap lansia sehingga banyak yang harus masuk balai sosial untuk lansia. Ia juga menambahkan walau fasilitas di BPSTW sudah sangat baik, tetapi fasilitas umum di Yogyakarta masih sangat kekurangan fitur-fitur yang ramah lansia. (Keisya/Reporter)