Anomali Kongenital: Dari Genetik Hingga Manajemen

FK-KMK UGM. Salah satu penyebab terbesar kematian pada bayi baru lahir adalah penyakit anomali kongenital atau kelainan bawaan yang dapat disebabkan oleh masalah genetik dan berbagai faktor lainnya. Pada era genomik ketika teknik molekuler mutakhir dikembangkan di seluruh dunia, diagnosis genetik telah dapat dilakukan dengan lebih presisi, termasuk dalam deteksi dini anomali kongenital. Bahkan bukan hanya diagnosis, teknologi genetik juga akan bermanfaat untuk pencegahan, terapi, dan prognosis dari suatu penyakit berdasarkan karakter spesifik pasien. Tindakan komprehensif dalam menangani kasus ini akan sangat bermanfaat dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas anak.

Riset dan inovasi terbaru terkait bidang tersebut perlu saling dibagikan dalam sebuah pertemuan ilmiah khusus. Oleh karena itu, FKKMK UGM bekerja sama dengan Indonesia Association of Pediatric Surgeon (InaAPS/PERBANI) dan Indonesian Society of Human Genetics (InaSHG/PGMI) menggelar 2nd International Conference on Congenital Anomaly and Developmental Biology (ISCADB) bertema “Current Concept in Birth Defects – From Genetics to Management” pada  3-5 Agustus 2018 di Hotel Eastparc, Yogyakarta.

InaSHG pertama didirikan pada tahun 1976 sebagai Perhimpunan Genetika Manusia Indonesia (PGMI) di Yogyakarta oleh 7 pemrakarsa dari 4 universitas, yaitu Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Padjadjaran. Setelah sempat tidak aktif selama beberapa dekade, InaSHG kembali aktif dengan ikut berperan dalam konferensi ISCADB pertama yang sukses digelar tahun lalu. Perkembangan laboratorium biologi molekuler di Indonesia telah berkontribusi besar dalam berbagai penelitian uji genetik. Presiden InaSHG, Prof. dr. Sultana MH Faradz, Ph.D berharap melalui pertemuan internasional ini, para ahli genetik akan semakin dikenal dan diakui karena profesi tersebut sangat dibutuhkan baik dalam aktivitas laboratoirum maupun praktik klinis.

Materi pada sesi pertama diisi oleh Prof. Mary Herbert dari Newcastle University dengan judul “Towards Clinical Application of Pronuclear Transfer to Prevent Mitochondrial DNA Disease” dan Prof. Mark Davenport dari King’s College London dengan judul “Biliary Atresia: From Australia to The Zebrafish”. Pemaparan yang menarik juga disampaikan oleh dr. Amir Thayeb dari Universitas Indonesia tentang topik “Birth Defects in Indonesia: Burden and Management” dan Prof. Hiroomi Okuyama dari Osaka University tentang topik “Thoracoscopic surgery for neonates (Esophageal Atresia and Congenital Diphragmatic Hernia)”.

Acara dilanjutkan dengan simposium pertama dengan pokok bahasan “Current Management on Hepatobiliary Problem”. Simposium tersebut dipaparkan oleh dr. Sastiono dari UI, dr. Akhmad Mahmudi dari UGM, dan Prof. Kenneth Wong dari University of Hongkong. Tidak hanya simposium, pada hari pertama, ISCADB 2018 juga menghadirkan acara presentasi poster yang diikuti oleh 15 peneliti dan presentasi oral yang diikuti oleh 6 peneliti. Setelah itu, simposium kedua bertopik “Updates on Congenital Gastrointestinal Disorder” dibawakan oleh dr. Erjan, dr. Poerwadi, Prof. Hiroomi Okuyama, dan Prof. Mark Davenport.

Masih ada tiga topik simposium, presentasi oral dan poster, serta International Manuscript Workshop yang akan digelar pada hari kedua dan ketiga ISCADB 2018. Selain menjadi ajang pembaharuan ilmu, Direktur Rumah Sakit Akademik UGM, dr. Arief Budiyanto, Ph.D berharap konferensi tersebut dapat memotivasi para ilmuwan Indonesia untuk semakin giat berpartisipasi dalam berbagai publikasi internasional. (Fildzah/Reporter).