[slideshow_deploy id=’11887′]
FK UGM – Memperingati Asean Dengue Day 2016 yang jatuh pada tanggal 15 Juni, EDP-Yogya menyelenggarakan serangkaian kegiatan berupa Lomba Fotografi dengan tema “Jogja Peduli Dengue”, Open House Insektarium di Jl. Podocarpus, Sekip N-14 pada tanggal 16 Juni 2016 dan pameran Kios EDP diberbagai area public di Kota Yogyakarta. Selain itu, bulan Agustus 2016 akan menitipkan telur nyamuk Aedes aegypti ke rumah-rumah warga di Kota Yogyakarta yaitu didaerah Tegalrejo dan Wirobrajan, seperti yang disampaikan EDP-Yogya dalam jumpa pers (15/6) di Insektarium Sekip N-14 UGM.
Terpilihnya daerah tersebut berdasarkan kesediaan warga untuk mengasuh telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia. Pemilihan kota Yogyakarta sebagai wilayah pelepasan pada skala luas karena tingginya angka kejadian DBD, kepadatan penduduk yang tinggi, dan nyamuk Aedes aegypti ditemukan sepanjang tahun di seluruh kelurahan. Pelepasan telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dirasa lebih efektif dan mudah dikelola dibanding melepas nyamuk dewasa. Dalam kurun waktu 2 minggu akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa yang mengandung Wolbachia.
Telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia yang akan dititipkan dirumah warga diletakkan didalam sebuah wadah yang sudah disiapkan oleh EDP-Yogya. Wadah tersebut berupa ember berlubang yang berisi 60-80 telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia atau 1 strip kain flanel, air dan pakan ikan. Dalam waktu 9-10 hari staf EDP-Yogya akan datang dan mengganti air didalam ember para warga. “Ember akan dititipkan dirumah-rumah warga yang setuju dan bersedia sebanyak 8.000 ember dengan harapan 40-60% tumbuh menjadi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia”, ungkap dr. Eggi Arguni, Sp.A., Ph.D dalam jumpa pers.
“Sebelumnya di Sleman dan Bantul, EDP-Yogya telah melakukan penelitian yang menunjukkan bukti bahwa nyamuk Aedes aegypti mampu berkembang biak dan bertahan di wilayah alaminya serta terdapat indikasi awal tidak terjadi penularan lokal di wilayah yang nyamuknya sebagian besar ber-Wolbachia”, ujar Bekti Andari, communication and Engagement Team Leader EDP Yogyakarta.
Penelitian kerjasama EDP-Yogya, Fakultas Kedokteran UGM dan Yayasan Tahija ini merupakan langkah untuk mengurangi jumlah penderita penyakit DBD yang cukup tinggi dan membutuhkan penanganan serius. Nyamuk tersebut mampu menghambat penularan virus dengue di dalam tubuh nyamuk sehingga tidak mampu menularkan virus dengue kepada manusia. Harapannya dalam kurun waktu tertentu, sebagian besar nyamuk Aedes aegypti yang ada di Kota Yogya akan mengandung Wolbachia. Sehingga virus dengue tidak bisa ditularkan kepada manusia.
“Tahun 2015 lalu merupakan siklus tahunan demam berdarah. Yogyakarta kedapatan sekitar 980an kasus demam berdarah. Tahun 2016 tercatat sebanyak 678 kasus demam berdarah per Juni”, ujar Drg. Yudiria Amelia, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Yogyakarta. Pemerintah telah membuat program-program pemberantasan DBD, diantaranya himbauan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur), community deal, juru jumantik serta Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Fogging bukan pemecah masalah DBD karena yang mati hanya nyamuknya, sedangkan jentiknya tetap berkembangbiak”, tambah Yudi.
Setelah pelepasan telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia, EDP-Yogya selanjutnya akan melakukan pengamatan populasi nyamuk dan pemantauan sosial ke masyarakat. Saat ini berbagai persiapan tengah dilakukan, diantaranya sosialisasi ke masyarakat Kota Yogya.
Pada bulan Maret 2016 lalu, WHO mengeluarkan pernyataan bahwa Wolbachia merupakan temuan baru yang menjanjikan untuk menekan replikasi virus dengue, chikungunya dan zika dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dan merekomendasikan untuk melanjutkan studi lebih lanjut di negara-negara endemis DBD. (Dian/IRO)