10 Tahun JKN: Pakar UGM Desak Reformasi Sistemik Layanan Kesehatan Nasional

FK-KMK UGM. Dalam rangka refleksi satu dekade perjalanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan webinar bertema “Implikasi Permenkes Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan” yang digelar oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM melalui platform Zoom pada Senin (16/12).

Webinar ini menjadi ajang diskusi mendalam mengenai capaian dan tantangan JKN, yang kini telah mencakup lebih dari 260 juta penduduk Indonesia. Direktur PKMK, Dr. Andreasta Meliala, menggarisbawahi bahwa meski JKN diakui secara internasional sebagai langkah besar menuju Universal Health Coverage, sistem kesehatan nasional membutuhkan reformasi menyeluruh.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD., pakar kebijakan kesehatan UGM, menyoroti isu ketimpangan pendanaan dalam sistem kesehatan nasional. Menurutnya, skema single pool BPJS saat ini lebih menguntungkan daerah dengan kemampuan fiskal tinggi, seperti Pulau Jawa, sementara wilayah seperti Papua dan Maluku masih tertinggal jauh.

“Ketidakmerataan ini menghambat cita-cita keadilan sosial dalam bidang kesehatan,” ujarnya.

Sementara itu, M. Faozi Kurniawan, peneliti PKMK, menambahkan bahwa segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) terus menjadi tantangan finansial.

“Defisit klaim di segmen ini menunjukkan perlunya mekanisme pendanaan yang lebih adil,” kata Faozi.

Statistik yang dipaparkan dalam acara ini menunjukkan pertumbuhan signifikan JKN selama satu dekade. Kepesertaan meningkat dari 53% pada 2014 menjadi 83% pada 2019. Namun, di balik angka-angka ini, terdapat realitas yang kompleks. Pertumbuhan rumah sakit swasta sebesar 15% jauh melampaui rumah sakit pemerintah yang hanya 7%. Ketimpangan ini memengaruhi kualitas layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil.

Webinar ini tidak hanya membahas tantangan, tetapi juga memberikan solusi. Para ahli kesehatan mendorong pemerintah untuk memperkuat regulasi pendanaan yang lebih merata; meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan di daerah terpencil; serta, menjamin keberlanjutan program JKN sebagai pilar utama sistem kesehatan nasional.

Prof. Laksono menegaskan bahwa upaya ini adalah implementasi nyata dari amanat UUD 1945 untuk mewujudkan keadilan sosial. Ditambah lagi, sesi ini menjadi ajang penting untuk mengevaluasi perjalanan JKN selama satu dekade. Dengan semangat kritis, para pakar mengajak seluruh pemangku kepentingan bekerja sama membangun sistem kesehatan yang berkeadilan, transparan, dan berkelanjutan.

Melalui diskusi ini, jelas bahwa capaian JKN bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan momentum untuk reformasi lebih dalam.

“Ini adalah titik balik untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan berkualitas,” tutup Dr. Andreasta.

Hal ini senada dengan komitmen FK-KMK terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera (SDG 3), Pendidikan Berkualitas (SDG 4), Industri, Inovasi, dan Infrastruktur (SDG 9), Berkurangnya Kesenjangan (SDG 10), Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab (SDG 12) serta Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan (SDG 17). (Isroq Adi Subakti/Reporter).