Site icon FK-KMK UGM

Wolbachia mampu menghambat dengue

Peringatan Hari Dengue ASEAN bermula dari deklarasi di Jakarta tahun 2012. Dengue telah menyebar dari wilayah tropik sampai sub tropik dan negara ASEAN sepakat bahwa hal ini sudah menjadi public health problem lalu berkomitmen untuk melawan dengan target 2020 “50 % reducing of morbidity and mortality”. Angka kesakitan dengue di Indonesia masih cukup besar dan bersifat fluktuatif dengan angka kematian dibawah 1% pada beberapa tahun terakhir. FK UGM merespon hal ini dengan Media Conference Hari Dengue Asean 2015, 15 Juni di Kantor Humas UGM.

FK UGM sudah lama melakukan penelitian soal dengue. Terdapat kelompok kerja dengue di UGM dengan beranggotakan berbagai macam ahli misalnya ahli vektor, IKM, praktisi yang tertarik terhadap dengue untuk berkontribusi dalam penanggulangan demam berdarah dengan salah satu aktivitasnya adalah penelitian. Terkait ASEAN Dengue Day, 15 Juni dirasa sangat dekat dengan ramadhan sehingga banyak agenda yang direncanakan setelah idul fitri. Akan dilakukan seminar untuk guru karena guru dianggap penting untuk update dan meluruskan persepsi masyarakat tentang Eliminate Dengue Project (EDP), Wolbachia, dan hal lain yang diterima secara keliru. Misalnya tentang obat yang diklaim sangat manjur untuk dengue, termasuk juga mengenai vaksin. Acara flash mob juga akan dilakukan untuk menarik generasi muda. Acara flashmob direncanakan untuk diikuti oleh seluruh mahasiswa kedokteran dan dilakukan setelah lebaran dengan memakai satu ruas jalan saat car free day.

Donor darah yang merupakan acara rutin FK UGM juga akan dilakukan untuk reminder bahwa kasus dengue seringkali sangat memerlukan donor darah. Selain ada jumantik dewasa juga ada juru pemantik anak di 4 kecamatan di Yogyakarta (Danurejan, Umbulharjo, Mantrijeron dan Kraton). Laskar Berlian, kumpulan jumantik anak di Kecamatan Danurejan, dengan anggota 300 anak berkampanye keliling kampung untuk menyampaikan hidup sehat terkait dengue. Banguntapan, tepatnya di Dusun Jomblangan akan menjadi venue untuk pengumuman lomba rumah sehat yang telah diikuti 700-an rumah sejak April  di wilayah tersebut. Lomba ini dinilai cukup inovatif dengan checklist sebagai sistem penilaiannya sehingga diharapkan dapat menjadi pilot project dalam lomba rumah sehat.

Aedes aegypti sebagai nyamuk rumahan memiliki sifat yang tidak akan pergi jauh bermigrasi jika memang sumber makanan dan kehidupannya sudah ada dalam wilayah tersebut. Nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor dengue tidak menggigit langsung, ditularkan dan langsung sakit, namun ada masa inkubasi 8  sampai 10 hari di tubuh pasien sebelum ia bisa menularkan virusnya. Nyamuk tersebut juga tidak menggigit satu kali kenyang sehingga bisa saja tergigit dalam hari yang sama oleh 1 nyamuk. ”Sulitnya mengontrol vektor pada kasus dengue adalah sebuah tantangan tersendiri bahkan dalam cakupan global bahwa tidak ada satu strategipun yang bisa menangani masalah infeksi dengue,” ujar dr. Ida Safitri Laksanawati, Sp.A. Aedes aegypti adalah nyamuk yang tersebar hampir di seluruh wilayah Yogyakarta sepanjang tahun. Populasi Aedes aegypti akan meningkat di musim hujan yang berarti potensi peningkatan kasus akan terjadi. “Pengendalian vektor dilakukan dengan pengendalian seperti yang telah didengungkan oleh pemerintah dengan 3M yang harus dilakukan bersama oleh seluruh elemen masyarakat dengan tambahan ikanisasi, abatesasi dan lainnya. Diharapkan Wolbachia menjadi teknologi komplementer dalam pengendalian penularan virus dengue,” ujar Warsito T, Ph.D, peneliti dari EDP.

International Research Consortium on Dengue Risk Assessment, Management and Surveillance (IDAMS), adalah suatu konsorsium dengan 8 negara di ASEAN dan Amerika Latin. Tujuannya adalah membuat penelitian yang mampu mengidentifikasi tanda klinis dan tanda laboratorium apa yang dapat memperkirakan keparahan atau kegawatdaruratan pada infeksi dengue. Penelitian yang menitikberatkan pada bidang klinis infeksi dengue ini dimulai tahun 2012 dan harapannya selesai dalam 3 tahun. Banyaknya negara yang ikut terlibat akan memperkaya temuan dalam penelitian ini. “Harapannya tidak ada lagi pasien yang telat datang dan hadir ke layanan kesehatan dengan keadaan jatuh dalam keadaan shock,” ujar dr. Ida Safitri, peneliti dari IDAMS.

EDP adalah riset yang lebih menitikberatkan pada isu kesehatan masyarakat terkait dengue. EDP kini mengembangkan pemanfaatan bakteri alami Wolbachia yang memiliki kapasitas menekan pengembangan virus dengue. Riset ini sudah sampai tahap dua untuk mengetahui apakah Wolbachia bisa berkembang alami. Perkembangan di Sleman sangat menjanjikan. Setelah setahun pelepasan terakhir Wolbachia bisa berkembang dengan cakupan 60%-90%. Tren yang meningkat juga dijumpai di Bantul dengan cakupan berkisar 60%-90% dengan hanya setengah jumlah rencana pelepasan yang mulanya direncanakan 20 kali. Selain soal Wolbachia itu sendiri, EDP juga memantau kejadian dengue di masyarakat. Saat ini sedang dilakukan uji terhadap blocking yang dilakukan Wolbachia. Wolbachia mampu menghambat dengue dengan bukti tidak terjadi penularan lokal dalam 2 minggu dalam radius 100 m di area pelepasan. Telah dilakukan pengujian terhadap nyamuk di lapangan dengan “diadu” dengan virus dengue untuk mengetahui apakah penekanan replikasi virus dengue oleh Wolbachia di nyamuk lapangan cukup kompeten.

FK UGM sudah sering melakukan diseminasi informasi kepada kader dan masyarakat namun hal ini tetap harus dilakukan berulang. “Setiap ada kasus demam harus dicurigai dengue sampai terbukti tidak. Untuk membuktikan ‘bukan dengue’ masyarakat diharapkan selalu datang ke layanan kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Seperti telah diketahui bahwa penurunan nilai trombosit atau kenaikan hematokrit adalah suatu parameter laboratoris yang tidak bisa hanya dilihat dengan mata,” ujar dr. Ida Safitri . Harapannya penelitian IDAMS adalah adanya temuan-temuan yang nantinya akan diuji secara statistik sebagai faktor risiko yang dapat memprediksi keparahan demam dengue. (Bagas/Reporter)

Exit mobile version