Site icon FK-KMK UGM

Webinar FK-KMK UGM Bahas Legalisasi Spa sebagai Layanan Kesehatan Tradisional dalam Bingkai Medical Wellness

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan webinar bertajuk “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Penetapan Spa sebagai Pelayanan Kesehatan Tradisional” sebagai respons atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 19/PUU-XXII/2024. Kegiatan ini membahas secara mendalam pergeseran status spa dari layanan pariwisata menuju pelayanan kesehatan tradisional, serta meninjau aspek hukum, kesiapan SDM, hingga prospek spa dalam kerangka medical wellness. Webinar ini berlangsung daring dan menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, praktisi kesehatan, serta pakar kebijakan publik.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. selaku pengantar diskusi menegaskan bahwa spa kini telah memiliki landasan hukum yang jelas sebagai bentuk pelayanan kesehatan tradisional, menyusul dikabulkannya sebagian gugatan atas Pasal 55 ayat (1) huruf I UU No. 1 Tahun 2022 oleh MK. Berdasarkan payung hukum terbaru yakni UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024, layanan spa diakui dalam sistem kesehatan nasional dan tidak lagi hanya menjadi ranah pariwisata. Dalam konteks ini, pengembangan spa diharapkan mampu mendukung sistem pelayanan kesehatan yang holistik, selaras dengan tujuan SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera dan SDG 4: Pendidikan Berkualitas, khususnya dalam peningkatan kapasitas tenaga terlatih.

Dr. M. Asyhadi, S.Kes., SE., M.Pd. membahas lebih lanjut mengenai implikasi yuridis putusan MK. Ia mengungkapkan bahwa pengalihan kewenangan dari Kementerian Pariwisata ke Kementerian Kesehatan akan berdampak pada mekanisme sertifikasi, standarisasi kompetensi, dan pengembangan kurikulum pendidikan untuk tenaga spa. Spa kini masuk ke dalam kategori pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (1) huruf W UU No. 17 Tahun 2023. Namun demikian, menurut Asyhadi, tantangan besar masih dihadapi dalam hal harmonisasi regulasi lintas sektor dan pemenuhan SDM berkualifikasi sesuai standar nasional maupun internasional.

Sesi berikutnya menghadirkan dr. M.M.V. Lianywati Batihalim, Sp.Ok., M. BIOMED AAM., Dipl. CIDESCO SPA., Dipl. CIBTAC SPA, yang mengulas spa dari sisi praktis dan prospektif. Ia menyoroti bahwa spa modern telah berkembang sebagai layanan preventif dan rehabilitatif yang terintegrasi dengan pendekatan medical wellness. Hidroterapi, aromaterapi, dan pijat terapeutik menjadi komponen utama spa yang terbukti memberikan manfaat relaksasi, revitalisasi, hingga pemulihan fungsi organ tubuh. Lianywati juga menekankan pentingnya pendekatan holistik yang menghubungkan aspek fisik, psikis, dan spiritual pasien, sehingga memerlukan kolaborasi antara terapis dan tenaga medis dengan kompetensi tinggi.

Lebih lanjut, Prof. Laksono menambahkan bahwa dengan keberadaan PP No. 28 Tahun 2024, pelaksanaan layanan spa sebagai bagian dari pengobatan tradisional kini dapat dilakukan di berbagai fasilitas kesehatan seperti praktik mandiri, puskesmas, rumah sakit, hingga fasilitas khusus yang ditetapkan Menteri Kesehatan. Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk memperluas akses layanan kesehatan berbasis tradisi lokal, sejalan dengan semangat SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, melalui kolaborasi lintas sektor dan dukungan dari institusi pendidikan tinggi dalam penyediaan SDM profesional.

Diskusi dalam webinar ini juga menyoroti tantangan pengembangan industri spa, mulai dari tingginya biaya operasional, perubahan tren konsumen, hingga penyesuaian terhadap dinamika kebijakan. Oleh karena itu, strategi adaptif seperti peningkatan kualitas layanan, branding berbasis kesehatan, serta pengembangan kurikulum pendidikan tinggi menjadi agenda mendesak dalam transformasi spa sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional.

Sebagai penutup, Prof. Laksono menegaskan bahwa pengakuan spa sebagai bagian dari pelayanan kesehatan bukanlah semata bentuk legalisasi, melainkan langkah penting dalam mendorong sistem kesehatan nasional yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berbasis kebutuhan masyarakat. Ia berharap ke depan, kolaborasi antarprofesi dan integrasi lintas regulasi dapat mendukung terwujudnya layanan spa yang berkualitas tinggi dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat. (Kontributor: Bestian Ovilia).

Exit mobile version