FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) dan RS Universitas Brawijaya (RSUB) bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan Webinar Potensi Pengembangan Wisata Geothermal dan Medical Wellness Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid di Auditorium Gedung Pendidikan Bersama Lantai 10 FKUB dan melalui Zoom Meeting. Tujuannya adalah untuk menggali peluang integrasi antara sektor kesehatan dan pariwisata melalui pendekatan medical wellness, khususnya memanfaatkan potensi sumber daya geothermal yang melimpah di wilayah Malang dan sekitarnya.
Dalam sambutan pembuka, Prof. Dr. dr. Wisnu Barlianto, M.Si.Med, Sp.A(K), Dekan FKUB dan Ketua Dewas RSUB, menyatakan bahwa upaya kesehatan tidak cukup hanya dengan layanan kuratif, tetapi harus diperkuat oleh pendekatan promotif dan preventif. “Webinar ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan wisata kesehatan yang terintegrasi dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Dr. dr. Viera Wardhani, M.Kes., Direktur RSUB, turut menegaskan komitmen RSUB untuk mengembangkan layanan medical wellness sebagai inovasi unggulan rumah sakit. Dengan tagline Pilih Sehat, Pilih RSUB, pihaknya mendorong transformasi layanan kesehatan menuju pendekatan yang lebih menyeluruh dan berorientasi pada kebugaran masyarakat. Sesi paparan dimoderatori oleh dr. Kresna Septiandy Runtuk, Sp.KJ, M.Biomed dari RSUB, menghadirkan tiga narasumber utama: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. dari FK-KMK UGM, Prof. dr. Wisnu Barlianto, dan Elisabeth Listyani dari PKMK FK-KMK UGM.
Prof. Wisnu dalam paparannya menguraikan potensi besar RSUB sebagai rumah sakit pendidikan yang mendukung program medical entrepreneurship di FKUB. Ia menyoroti kawasan Cangar sebagai lokasi strategis untuk pengembangan wisata kesehatan karena memiliki sumber air panas alami dan fasilitas agrowisata milik Universitas Brawijaya. “Medical wellness membutuhkan kombinasi antara diagnosis medik dengan terapi kebugaran, serta layanan komplementer yang mendorong pasien lebih sehat secara holistik,” jelasnya.
Sementara itu, Prof. Laksono menyoroti peluang besar di Jawa Timur dalam mengembangkan medical wellness sebagai bentuk diversifikasi usaha antara rumah sakit/klinik dengan hotel atau resort. Hal ini sesuai dengan regulasi yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pariwisata Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Kesehatan Indonesia.
“Wisata geothermal tidak hanya memberikan manfaat kesehatan yang telah dikenal sejak ribuan tahun, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Kita bisa menargetkan pasar pensiunan, pekerja yang cuti, hingga wisatawan sejati dengan paket weekday yang menyenangkan dan sehat,” ujar Prof. Laksono. Pendekatan ini sejalan dengan SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera dan SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Ia juga menekankan pentingnya health journey sebagai model bisnis berbasis pengalaman yang mencakup pra-kedatangan hingga pasca-kepulangan. Kolaborasi multipihak, termasuk pemerintah daerah dan institusi pendidikan tinggi, menjadi kunci dalam mewujudkan ekosistem wisata sehat yang berkelanjutan. Elisabeth Listyani melengkapi diskusi dengan memaparkan studi kasus pengembangan medical wellness di Tabanan, Bali dan Guci, Tegal. Di sana, layanan seperti medical check-up, pemandian air panas alami, kuliner sehat, dan wisata budaya dijadikan satu paket menarik.
“Malang memiliki tiga pilar pengembangan pariwisata yang mumpuni: accessibility, amenities, dan attractions. Ini adalah modal besar untuk memulai,” tuturnya. Elisabeth menekankan bahwa ekosistem wisata kesehatan memerlukan kolaborasi antara rumah sakit, hotel, agen perjalanan, dan pemerintah lokal. Proses bisnis bisa berjalan dua arah: pasien datang dari rumah sakit lalu mengakses layanan hotel, atau sebaliknya.
Dalam sesi bahasan, Fajar Trang Bawono dari Malang Health Tourism Board mengajak semua pihak untuk segera mengambil langkah nyata. “Malang Holistic Healing Getaway sudah siap dengan berbagai paket menarik. Kami undang rumah sakit dan klinik untuk bergabung,” katanya. Ia menekankan bahwa inisiatif ini bukan hanya untuk memperluas layanan kesehatan, tetapi juga sebagai peluang pertumbuhan industri pariwisata lokal.
Dr. Viera menambahkan bahwa Universitas Brawijaya telah memiliki infrastruktur pendukung seperti hotel, biro perjalanan, UB Forest di Cangar, serta RS dan klinik internal kampus. “Model kolaborasi internal dan eksternal harus dimulai sekarang, untuk memanfaatkan weekday tourism dengan konsep edukatif dan kebugaran yang kuat,” paparnya.
Salah satu diskusi penting adalah ketersediaan SDM di bidang medical wellness. Mengacu pada UU No. 17/2023 dan PP No. 28/2024, pembicara menyatakan bahwa kompetensi tambahan dapat diambil oleh dokter umum maupun spesialis untuk mendalami bidang seperti pengobatan tradisional, rehabilitasi medik, hingga estetika. Hal ini sejalan dengan SDG 4: Pendidikan Berkualitas menandai pentingnya pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan.
Pengembangan medical wellness menuntut keberanian eksekutif rumah sakit untuk mengambil risiko inovasi dan membangun kolaborasi strategis. Dengan kesiapan SDM, dukungan regulasi, dan kekayaan alam yang dimiliki, Malang dan Jawa Timur memiliki peluang besar menjadi destinasi wisata kesehatan unggulan di Indonesia. (Kontributor: Elisabeth Listyani).