Site icon FK-KMK UGM

Wayang “Bedhahing Lokapala”

DIES Fakultas Kedokteran UGM ke-69 dan HUT RSUP DR Sardjito ke-33 menyelenggarakan wayangan yang terbuka untuk umum pada Hari Sabtu, 7 Maret 2015. Wayangan ini bertempat di depan Joglo Grha Alumni FK UGM. Wayangan ini diselenggarakan sebagai agenda tahunan dan juga bentuk kepedulian FK UGM terhadap budaya lokal.

Bertempat di depan Grha Alumni FK UGM, wayangan dengan dalang kondang Ki Purboasmoro ini dimulai sekitar pukul 21.00 WIB dengan sebelumnya dibuka secara simbolis oleh Dekan FK UGM, Prof. Dr. Teguh Aryandono, Sp.B (Onk). . Mengambil judul “Bedhahing Lokapala”, Ki purboasmoro mampu memukau penonton yang tak hanya datang dari lingkup FK saja. Judul ini dirasa relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Staff FK UGM dan RSUP dr.Sardjito nampak asyik menikmati wayangan ini sambil sesekali menampakkan ekspresi terpukau atas pertunjukkan yang didalangi oleh Ki Purboasmoro ini. “Saya setiap tahun datang kesini mas, saya senang FK UGM selalu mengadakan wayangan”, ujar Pak Sugeng, salah satu penonton umum. Pentas wayang ini juga dirasa makin lengkap dengan adanya sajian wedang ronde serta kacang dan ubi rebus.

“Wayang kulit ini adalah bentuk nguri-uri kabudayan Jawa. Wayang ini sarat makna dengan pesan etika dan moral untuk kehidupan sehari-hari. Pesan ibu rektor adalah mengakar kuat menjunjung tinggi, salah satu implementasinya ya dengan wayangan ini. Dokter yang baik tidak akan lepas dari akar budaya lokal, salah satunya adalah wayang”, ujar dr.Acong, ketua panitia acara ini.

Ada hal menarik yang terjadi saat wayangan ini. Seorang WNA asal Prancis nampak sangat antusias dalam mengikuti wayangan. “ Saya Sya Sya, dari Prancis. Saya sangat senang dengan wayang. Purboasmoro telah membuka mata saya terhadap wayang saat dua tahun yang lalu dia menyelenggarakan pentas di kampus saya. Saya saat ini tengah belajar untuk memainkan wayang dan menulis tesis tentang wayang. Saya salut dengan FK UGM yang masih terus menyelenggarakan pertunjukkan wayang tiap tahunnya”, ujar Sya Sya.

Hal ini nampak ironi dengan sedikitnya mahasiswa FK yang datang untuk menyaksikan wayang. “Ini semua berangkat dari kesadaran masing-masing individu. Kita memang harus malu karena saat beliau tampil di luar negeri, selalu penuh dengan mahasiswa sekitar 500-600 orang. Harapannya jelas bahwa budaya kita ini harus diapresiasi oleh warganya sendiri“, tutup dr. Acong. (Bagas/kontributor)

Exit mobile version