FK-UGM. Departemen Perilaku Kesehatan, Kedokteran Sosial dan Lingkungan Fakultas Kedokteran UGM menyelenggarakan kuliah tamu tentang Dancer and Musicians Health Risk, Selasa, (18/10) di ruang Teater gedung Perpustakaan Fakultas Kedokteran UGM. Acara ini dibuka oleh Ketua Departemen Perilaku Kesehatan, Kedokteran Sosial dan Lingkungan, dr. Fatwa Tetra S.D , MPH, PhD.
“Kami sangat senang atas terselenggaranya kuliah ini. Kami berharap kuliah yang akan Anda berikan dapat membuka wawasan kami tentang topik yang baru dan menarik ini,” ujarnya saat memberikan sambutan.
Kuliah pertama dibuka oleh staf pengajar dari Departemen Penyakit Kulit dan Kelamin FK UGM yang juga merupakan pengajar Minat Utama Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Sri Awalia, M.Kes, Sp.KK, Ph.D. Topik kuliah beliau adalah tentang dermatitis pada pekerja gerabah dan batik. Hal ini menarik mengingat Indonesia adalah nomer sembilan dunia untuk penghasil gerabah.
“Pekerja di Kasongan adalah informal worker dan mereka belum begitu diperhatikan oleh pemerintah. Ini menjadi fokus dari penelitian kami. Pembuat gerabah terbanyak di Indonesia adalah Yogyakarta dan Kasongan adalah yang terbesar”, paparnya. Sentra gerabah yang lain adalah Bali, Lombok, dan Kalimantan.
“Pertama kita melakukan observasi, semua gerabah berasal dari raw material dan selanjutnya akan mengalami beberapa proses. Mereka tidak menggunakan perlindungan dengan cukup, beberapa malah tanpa pengaman sama sekali. Dari masalah pencampuran bahan dan pengadukan sampai finishing. Dari semua proses, maka proses pewarnaan adalah yang paling banyak menimbulkan masalah. Penggunaan alat pelindung diri menjadi tidak menarik karena ini adalah home industri,akan mengakibatkan biaya, dan tidak nyaman saat proses pembuatan bentuk”, tambahnya .
Beberapa responden mengatakan tanah liat mengakibatkan alergi. Tanah liat yang digunakan tidak hanya dari Kasongan tapi dari daerah lain. “Kami mengadakan patch test dengan beberapa bahan kimia dan beberapa jenis tanah liat dari berbagai daerah untuk menemukan allergen dan jenis tanah liat yang menyebabkan alergi”, paparnya. Masalah di Kasongan tidak hanya berasal dari tanah namun juga karena ini adalah wet work yang mengganggu permeabilitas dan menyebabkan masuknya allergen.
Selain gerabah, topik penelitian Dr. Awalia adalah juga tentang batik. “Batik adalah topik penting karena Yogyakarta adalah sentral batik yang besar. Batik adalah UNESCO masterpiece. Batik adalah kain yang melibatkan malam (wax) sebagai pembuatannya”, ujarnya. Masalah besar dalam batik adalah karena pembuatan batik menyebar di banyak area. Hal ini menyebabkan ancaman kesehatan akibat pembuatan batik mengkontaminasi banyak pihak, termasuk keluarga dan lingkungan.
“Kami menggunakan patch test yang berasal dari Eropa dan juga alergen lokal. Bahkan ketika pewarnanya adalah natural,ini masih dapat menyebabkan alergi. Kami mendapatkan temuan persentase yang tinggi untuk dermatitis pada pembuat batik di Yogyakarta,“ terangnya.
Beberapa pertanyaan muncul dari kuliah ini, salah satunya adalah tentang sarung tangan . “Sarung tangan untuk batik, terutama untuk pewarnaan, sarung tangan ini tidak disposible. Banyak keadaan yang menyebabkan hal ini lebih buruk, misalnya sarung tangan terlalu besar, tidak dipakai dengan baik, dan beberapa orang alergi dengan sarung tangan ini. Kami melakukan test barrier untuk kulit mereka. Kami juga tertarik menggunakan moisturizer untuk mereka, guna mengetahui apakah moisturizer cocok untuk mereka”, paparnya saat menjawab pertanyaan peserta kuliah.
Kuliah kedua adalah kuliah dari Lailana Purvis, MD, MSc, OHS. Beliau adalah ketua rombongan tamu dari Belanda. Beliau cukup lancar berbahasa Indonesia dan menyampaikan beberapa kalimat sambutan dalam Bahasa Indonesia. Kuliah beliau berjudul Introduction to Dance and Music Medicine: Sick of passion / sick from passion.
“Saya tertarik membawakan kuliah ini karena Jogja adalah tempat sentral untuk kesenian,banyak tarian dan beberapa kasenian pertunjukan disini”, ujarnya saat mengawali perkuliahan. Menurut Dr. Purvis, Dance and Music Medicine merupakan scientific research of the healthy functions and disorders, somatic or psychological, which play a role in making music or dancing, as well as the prevention, diagnosis and treatment of diseases which dancers and musicians can encounter. Ilmu kedokteran ini tergolong baru dan asosiasinya baru terbentuk di tahun 2005, masih sangat muda.
Dr. Purvis menyampaikan beberapa kondisi kesehatan yang kerap dialami oleh pelaku pertunjukan seni. Mulai dari nyeri otot yang sederhana hingga beberapa kondisi kesehatan jiwa yang terganggu yang dialami oleh para pelaku seni.
“Menjadi perfeksionis bisa berarti hal yang baik, namun itu juga bisa menjadi hal yang buruk karena banyak pelaku seni akan merasa tertekan. Bahkan beberapa dari mereka mengalami gangguan kejiwaan. Contohnya adalah yang ada dalam film Black Swan yang bercerita tentang balerina,” ujarnya.
Kuliah tamu ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan dari kedua belah pihak. Pihak UGM yang diwakili oleh dr. Sri Awalia Febriana, M.Kes, Sp.KK, Ph.D menyerahkan kenang-kenangan berupa Buku Profil Fakultas Kedokteran UGM dan scarf dan pihak tamu dari Belanda diwakili oleh dr. Lailana Purvis menyerahkan printing dari Rembrant, seorang pelukis kenamaan dunia. (Bagas/Trias).