Site icon FK-KMK UGM

PERILAKU DOKTER DALAM MERESEPKAN OBAT RACIKAN

UJIAN TERBUKA DOKTOR CHAERUN WIEDYANINGSIH

Peresepan racikan sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh dokter khususnya untuk pasien anak rawat jalan, padahal peresepan ini bersiko tinggi. Data di D.I. Yogyakarta menunjukkan bahwa  Penelitian yang dilakukan di 15 apotek wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2009 menunjukkan 49,33% resep untuk anak diminta dalam bentuk tidak sesuai dengan label, yaitu sebagai obat racikan.  Walaupun risiko penggunaan obat racikan telah banyak terdokumentasi, peresepan racikan untuk pasien anak rawat jalan tetap saja masih dilakukan oleh dokter. Apakah gerangan yang menjadi alasan dan pendapat dokter terhadap peresepan racikan khususnnya untuk pasien anak rawat jalan.

Fenomena ini menarik Chaerun Wiedyaningsih untuk dijadikan penelitian desertasi Program Doktor Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian ini telah dipaparkan dalam Ujian Doktor pada tanggal 20 Mei 2013 di ruang Pascasarjana dengan audiens sekitar 40 orang, Pembimbing 3 orang, Penguji 2 orang, Penilai 3 orang. Pada kesempatan ini promovendus berhasil mempertahakan desertasi yang berjudul Mengungkap Faktor Pendorong Dokter Meresepkan Racikan Untuk Pasien Anak Rawat Jalan Dengan Pendekatan Teori Perilaku Terencana (The Theory Of Planned Behavior, dengan nilai sangat memuaskan.

Penelitian ini mengungkap tentang pendapat dokter terhadap peresepan dan peracikan obat untuk pasien anak rawat jalan, serta keyakinan tentang peresepan racikan (keyakinan sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku), dan faktor yang dominan mendorong dokter untuk memberikan obat racikan pada pasien anak rawat jalan. Ada 4 faktor yang menjadi alasan dokter untuk meresepkan racikan pada pasien anak rawat jalan, yaitu: faktor terapi, faktor sistem pelayanan kesehatan, faktor pasien dan faktor pengalaman. Alasan yang berhubungan dengan faktor terapi adalah untuk menyesuaikan komposisi dan dosis obat dengan kondisi klinis pasien anak, yang semakin menguat untuk mengatasi kasus-kasus yang kompleks. Alasan yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan terutama adalah keterbatasan anggaran obat, sedangkan alasan yang berhubungan dengan pasien meliputi kemudahan digunakan dan harga yang lebih murah. Alasan yang berhubungan dengan pengalaman adalah keyakinan dokter atas kemanjuran obat racikan berdasarkan kemajuan status kesehatan pasien.

Selain itu dengan penelitian ini telah berhasil dikembangkan suatu kuesioner untuk mengukur faktor yang mempengaruhi keputusan meresepkan racikan untuk pasien anak rawat jalan dengan model TPB. Kuesioner ini telah terbukti valid dan reliable (Chronbach alpha: 0,796–0,933), serta stabil (ICC:0,700-0,901 dan koefisien korelasi Pearson: 0,706 – 0,906). Kuesioner yang dihasilkan memberi informasi bahwa sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan dapat menjadi prediktor untuk niat meresepkan racikan. Penambahan variabel pengalaman pada model utama TPB terbukti meningkatkan proporsi untuk menjelaskan niat untuk meresepkan racikan.

Hasil penelitian memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mendasari keputusan peresepan racikan. Penggunaan model TPB dapat memberikan gambaran yang jelas bahwa keyakinan sikap adalah faktor yang dominan mempengaruhi peresepan racikan.  Penambahan faktor pengalaman sangat penting untuk digunakan dalam mempelajari niat peresepan racikan. [AW]

Exit mobile version