Sejak penerapan sistem universal health coverage di Indonesia, tenaga kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh dengan memperhatikan efisiensi biaya. Secara tidak langsung, hal ini menyebabkan bertambahnya beban kerja praktisi kesehatan. Pemberian insentif terbukti mampu meningkatkan kualitas pelayanan tenaga kesehatan di beberapa negara, seperti Jepang, Taiwan dan Thailand. Sayangnya, Indonesia belum sepenuhnya mampu memberikan insentif secara adil kepada tenaga kesehatan.
Prinsip keadilan dalam pemberian remunerasi mencakup dua hal penting, yaitu pembayaran untuk seluruh tenaga kerja di rumah sakit dan pemberian nilai insentif yang berbeda antar tenaga sesuai dengan beban kerja masing-masing. Hal ini yang menurut dr. Andreasta perlu diperhatikan. Sebab, terkadang manajerial rumah sakit, khususnya rumah sakit pendidikan, yang memiliki tenaga residen lupa mempertimbangkan pemberian intensif kepada para internship. Padahal, fakta menunjukkan bahwa residen merupakan tulang punggung pelayanan di rumah sakit pendidikan.
Jika dikaitkan dengan peran kepemimpinan di rumah sakit, terdapat dua kelompok yang perlu diadvokasi dalam penerapan sistem remunerasi. Pertama adalah pihak manajerial yang diwakili oleh direksi. Kedua adalah pihak klinisi yang berada pada tokoh spesialis. Melalui dua kelompok inilah sistem remunerasi dapat diterapkan secara adil dan merata.
Tujuan pertemuan ini adalah untuk mencapai kesamaan visi para peserta untuk menerapkan sistem remunerasi yang adil. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, menyimpulkan persamaan visi yang perlu dicapai oleh klinisi dan pemimpin manajerial dalam menerapkan sistem remunerasi. Harapannya, sistem remunerasi di rumah sakit akan berjalan sesuai dengan sila kedua Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Ninis/Reporter)