FK-UGM. Tuberculosis Multi Drug Resistant (TB-MDR) atau yang lebih dikenal sebagai TB kebal obat merupakan suatu kondisi khusus karena ketidakmampuan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dalam membunuh mikrobakteria pada pasien TB. Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang resisten terhadap minimal Rifampisin dan Isoniazid (INH), tetapi tidak lebih infeksius dari TB-MDR yang tidak resisten terhadap OAT.
“Penanganan kasus TB membutuhkan perhatian khusus mengingat obat-obatan lini ke dua hari pengobatan TB yang perlu diberikan cukup mahal dan bila tidak ditangani secara optimal akan berlanjut menjadi kasus XDR-TB yang pengelolaannya lebih sulit”, papar dr. Lia Gardenia Partakusuma, SpPK(K)., MM., MARS., saat menjalani ujian terbuka Program Doktor, Rabu (10/11) di gedung Auditorium Fakultas Kedokteran UGM.
Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat sejumlah 440.000 kasus baru TB-MDR di dunia, dengan angka kematian sekitar 150.000 orang. Indonesia termasuk salah satu negara dengan masalah tuberculosis (TB) yang besar. Namun, pemetaan epidemiologi molekuler untuk TB dan multidrug resistant tuberculosis (TB-MDR) di Indonesia masih belum terlaporkan dengan baik. Metode genotyping berdasarkan variable number of tandem repeats (VNTR) mycobacterial interspersed repetitive units (MIRU) dan Geographic Information System (GIS) telah diterapkan di banyak negara dalam sistem surveilans.
Surveilans epidemiologi TB-MDR menjadi kunci untuk mengetahui sumber penularan situasi di lapangan. Surveilans TB di Indonesa saat ini belum dapat menjelaskan secara rinci perjalanan kasus TB-MDR. Biomolekuler merupakan metode epidemiologi masa kini yang hasilnya dapat lebih cepat diperoleh serta dapat mengetahui genotype, phylotyping, dan Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap Rifampisin dan INH.
Pemanfaatan Mycobacterial Interspresed Repetitive Unit-Variable Number Tandom Repeat (MIRU-VNTR) 24-lokus dan Geographic Information System (GIS) diharapkan dapat membantu menghasilkan analisis yang lebih cepat, tajam dan akurat tentang situasi TB-MDR berdasarkan gambaran epidemiologi molecular serta geografi di berbagai daerah.
Penelitian yang dipromotori oleh Prof. dr. Budi Mulyono, MM., SpPK(K) ini bertujuan untuk mengetahui pola genotyping dan phylotyping pada pasien TB-MDR menggunakan MIRU-VNTR 24-lokus yang digabungkan dengan analisis spasial. Dalam hasil penelitiannya, Lia Gardenia menyimpulkan bahwa strain Beijing dominan pada kasus TB-MDR di Indonesia wilayah Barat dan tidak ditemukan klaster pada pohon phylogenetic.
“Penelitian epidemiologi molekuler yang terstandar untuk penanganan TB memang sebaiknya dilakukan secara rutin di Indonesia”, pungkas peraih gelar Doktor ke-3.415 UGM dan Doktor ke-271 Fakultas kedokteran UGM ini. (Wiwin/IRO)