Site icon FK-KMK UGM

FK-KMK UGM Gelar FGD Bahas Dampak Kebijakan Impor terhadap Masa Depan Industri Alkes Nasional

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kajian Dampak Pelonggaran Kuota Impor, Pertek, dan TKDN terhadap Perkembangan Industri Alat Kesehatan Nasional” pada Senin (5/5) di Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM. Kegiatan ini berkolaborasi dengan Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI) dan Himpunan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium Kesehatan Indonesia (HIPELKI) dengan tujuan untuk menelaah dampak perubahan kebijakan perdagangan global terhadap masa depan industri alat kesehatan Indonesia.

FGD ini diselenggarakan menyusul kebijakan “Tarif Timbal Balik (Resiprokal)” yang diumumkan Pemerintah Amerika Serikat pada 2 April 2025, dengan menetapkan tarif sebesar 32% bagi sejumlah produk asal Indonesia. Meskipun implementasinya ditunda selama 90 hari hingga 9 Juni 2025, hal ini memicu respons cepat dari Pemerintah Indonesia. Dalam pemaparannya yang berjudul “Apakah akan Terjadi De-Industrialisasi Alat Kesehatan Akibat Kebijakan Tarif US?”, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemungkinan melemahnya daya saing industri alat kesehatan nasional akibat kebijakan liberalisasi tersebut.

Menurutnya, sistem kesehatan Indonesia menghadapi ketimpangan antara dorongan penggunaan teknologi canggih dengan keterbatasan pembiayaan, terutama dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Rumah sakit terus terdorong untuk mengadopsi teknologi kesehatan terbaru, namun banyak dari teknologi itu belum diimbangi oleh tarif JKN yang memadai untuk menutupi biaya investasi dan operasionalnya,” ujar Prof. Laksono.

Prof. Laksono menegaskan pentingnya memperkuat lembaga evaluasi teknologi kesehatan agar keputusan pengadaan dan penggunaan alat kesehatan benar-benar berdasarkan manfaat klinis, efisiensi biaya, serta keberlanjutan sistem. Senada dengan yang disampaikan oleh Prof. Laksono, perwakilan dari ASPAKI juga menyikapi pentingnya dalam memprioritaskan perlindungan kepada industi dalam negeri.

“Patut diingat bahwa kemandirian alat kesehatan bukan hanya berpengaruh kepada ketahanan kesehatan, tetapi juga kepada ketahanan bangsa dan negara. Karena dua sendi utama ketahanan sudah bangsa adalah pangan dan kesehatan,” ujar Imam Subagyo (Ketua Umum ASPAKI).

Diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis demi menjaga keberlangsungan dan kemandirian industri alat kesehatan nasional. Antara lain, sinergi lintas sektor, termasuk koordinasi antara Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Bappenas untuk menyusun kebijakan pembiayaan alat kesehatan yang terpadu dan berbasis data; penguatan kapasitas institusi, khususnya rumah sakit, dalam melakukan analisis kebutuhan teknologi, evaluasi biaya-manfaat, dan efisiensi penggunaan alat kesehatan; edukasi publik mengenai batasan dan cakupan layanan JKN serta pentingnya penggunaan alat kesehatan yang rasional, dan penguatan ekosistem industri, melanjutkan kolaborasi antara peneliti, produsen, dan laboratorium uji yang terbentuk sejak pandemi COVID-19.

Dengan menggandeng pemangku kepentingan dari berbagai sektor, FK-KMK UGM sebagai institusi akademik yang adaptif, proaktif, dan berperan strategis dalam pengembangan kebijakan kesehatan nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kegiatan ini merupakan bentuk respon FK-KMK UGM dalam sektor kesehatan nasional. Melalui pendekatan berbasis bukti, kolaborasi lintas sektor, dan penguatan kapasitas sistem, FGD ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 9: Industri, Inovasi dan Infrastruktur, SDG 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. (Humas/Sitam).

Exit mobile version