FK-KMK UGM

BERANI MENGHADAPI TANTANGAN..?

Pengajian Ke Islaman Karyawan FK UGM

FK UGM, HUMAS – Setiap manusia pasti memiliki tantangan , rintangan dan ujian dalam hidupnya, baik dalam sekala individu maupun komunitas/organisasi. Ujian dalam hidup manusia sudah menjadi ketentuan-Nya bahwa hakekat hidup adalah ujian.  Namun setiap ujian dan tantangan yang diberikan  oleh Alloh SWT selalu disediakan jawabannya, bahkan sebelum ujian dan tantangan itu diterima oleh manusia. Hal ini berbeda dengan ujian yang dibuat oleh manusia dimana jawabannya tidak boleh diberikan di awal melainan hanya kisi-kisinya saja. Terkait dengan hal tersebut,  pengajian rutin karyawan Fakultas Kedokteran UGM periode bulan Mei yang diselenggarkan pada hari Rabu 15 Mei 2013 mengambil tema “Berani Menerima Tantangan”. Disampaikan oleh Ustadz Drs. Sus Budiharto, MA, pengajian yang berlangsung dari jam 07.30 – 09.00 WIB di Ruang Kuliah Gedung Radioputro FK UGM ini membahas secara interaktif motivatif tema menghadapi tantangan berdasarkan panduan Islam. Diselingi dengan interaksi dialog ke peserta dan pemutaran film motivasi yang relevan dengan tema pengajian, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan.

IMG_2098Islam telah memberikan jawaban bagaiman manusia baik secara individual maupun komunal dalam menghadapi berbagai ujian dan tantangan hidup. Al Quran surah Al Baqarah ayat 153-157 telah menerangkan dengan sangat jelas bahwa resep untuk menghadapi berbagai ujian dan tantangan dalam kehidupan adalah “SABAR dan SHOLAT”.

“Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu”, demikian firman Alloh dalam ayat 153 Surah Al Baqarah. Kesabaran sesungguhnya merupakan konsep keberanian tertinggi menghadapi tantangan.  Namun sayangnya seringkali konsep kesabaran dipahami secara salah oleh sebagian orang, yang menganggap bahwa kesabaran adalah representasi ketidakmampuan dan sedikit keputus asaan. Ketika sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi kemudian mengatakan “ya sudah… sabaaar…” dengan segala ketidakpuasan dan kedongkolan dalam hatinya. Padahal sesungguhnya sabar adalah bentuk sikap atas pengakuan bahwa semua yang ada merupakan pemberian dari Alloh Ta’ala dan akan kembali kepada-Nya. Apa saja?….. semuanya. Kita diberikan hidup, harta, isteri/suami, anak, kesehatan, ketenangan dan sebagainya.  Semua yang kita miliki itu hakekatnya adalah pemberian dan akan kembali kepada yang memberi, baik kita rela atau tidak, baik kita percaya atau tidak. Oleh karena itu Alloh Ta’ala telah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa istirja’ bahwa “Sesungguhnya semua berasal dari Alloh Ta’ala dan kepada-Nya lah akan kembali” sebagaimana tersebut dalam Al Quran Surah Al Baqarah ayat 156. Islam justru mengajarkan bahwa kesabaran itu letaknya di depan. Kesabaran diposisikan sebelum perbuatan. Artinya, ketika seseorang mau melakukan suatu perbuatan atau menjalankan program maka “kesabaran” sudah disertakan sejak dimulainya suatu amal/perbuatan.  Suatu ketika Rasulullah mendatangi seorang wanita yang anggota keluarganya meninggal. Beliau berpesan agar orang tersebut Bertakwalah kepada Allah & bersabar. Wanita itu menjawab, Anda tak merasakan bagaimana pedihnya musibah yang aku derita ini. Setelah beliau berlalu, dikatakanlah kepada wanita itu bahwa yang  berbicara kepadanya itu adalah Rasulullah . Mendengar hal itu, wanita itu sangat ketakutan dan menyesal, lalu dia pergi menemui Rasulullah dan meminta maaf karena tak mengenalinya dan menyesal atas ucapannya.  Beliau lalu bersabda bahwa sesungguhnya kesabaran yang sebenarnya adalah sejak goncangan yang pertama.

Dalam konteks perjalanan organisasi khususnya Fakultas Kedokteran UGM, tentu sebagai sebuah entitas juga tidak akan bebas dari ujian dan tantangan baik karena faktor kompetisi maupun perubahan-perubahan dalam dinamika organisasi. Sesungguhnya tidak penting apa dan seberapa berat tantangan dan ujian yang diberikan kepada kita. Yang lebih penting sesungguhnya adalah bagaimana kesiapan kita menghadapinya dengan perilaku yang benar yaitu kesabaran dan sholat. Dengan kesabaran dan sholat ini justru akan menimbulkan rasa optimis dan legawa terhadap apapun ujian dan tantangan yang diberikan kepada kita.  Ibarat kita menulis dalam sebuah kertas, atas semua keinginan kita. Semua yang kita inginkan kita tulis di kertas itu. Tetapi setelah itu serahkan kertas itu bersama pensil dan penghapus kepada-Nya, agar keinginan kita yang akan berakibat tidak baik dapat dihapus dan diganti dengan yang terbaik untuk kita. Karena sangat sering kita justru tidak mengetahui apa yang sebenarnya terbaik untuk diri kita sendiri………….Wallohu a’lam. [AW]

Exit mobile version