FK-KMK UGM. Asian Medical Students’ Association Universitas Gadjah Mada (AMSA-UGM) menyelenggarakan program EXON 2025: OPTIMA (Optimizing Potential through Intelligent Medicine for Accessibility) pada 16–18 Mei 2025 di Yogyakarta. Acara ini menjadi ajang pertukaran nasional (National Exchange) yang mempertemukan AMSA-UGM dengan AMSA-Universitas Indonesia (AMSA-UI) untuk membahas bagaimana inovasi teknologi kedokteran dapat meningkatkan akses layanan kesehatan bagi kelompok difabel.
Mengangkat tiga fokus utama yakni akademik, sosial, dan budaya, EXON 2025 dirancang sebagai ruang dialog dan aksi nyata bagi mahasiswa kedokteran dalam menghadapi isu-isu aksesibilitas. Pada aspek akademik, kegiatan diisi dengan talkshow inspiratif yang menghadirkan dr. Luthfi Hidayat, Sp.OT(K) dan Dr. dr. Ronny Tri Wirasto, Sp.KJ. Keduanya mengulas pemanfaatan teknologi kedokteran terbaru dalam mempermudah aktivitas sehari-hari penyandang disabilitas.
Untuk mendukung keterampilan praktis, EXON 2025 juga menghadirkan Workshop Bahasa Isyarat yang bekerja sama dengan Unit Layanan Disabilitas (ULD) UGM. Peserta diajak untuk memahami dasar-dasar komunikasi non-verbal sebagai langkah awal membangun interaksi yang inklusif dengan penyandang disabilitas.
Tidak berhenti pada tataran akademik, kegiatan ini juga memfasilitasi aksi sosial melalui community service bersama Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS). Dalam kegiatan tersebut, peserta dan anak-anak berkebutuhan khusus mengikuti sesi fun-learning pembuatan kerajinan tangan yang difasilitasi oleh Joglo Ayu Tenan, UMKM yang mengedepankan semangat inklusivitas dalam wirausaha.
Sementara itu, dimensi kebudayaan dijalin lewat eksplorasi Malioboro dan Lava Tour Merapi, yang memberi kesempatan bagi peserta untuk menikmati kekayaan budaya lokal sambil membangun keakraban dalam suasana rekreatif dan reflektif. Bagi banyak peserta, momen ini menjadi ruang “healing” dari padatnya aktivitas akademik.
Melalui rangkaian kegiatan EXON 2025, AMSA-UGM dan AMSA-UI tidak hanya memperkuat jejaring dan kapasitas akademik, tetapi juga memperlihatkan komitmen nyata dalam membangun kesadaran kolektif terhadap isu aksesibilitas dan inklusi. Inisiatif ini selaras dengan komitmen mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, SDG 10: Mengurangi Kesenjangan, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Semangat inklusi, kepedulian, dan kolaborasi lintas kampus yang tumbuh dari EXON 2025 diharapkan menjadi benih perubahan dalam praktik kedokteran yang lebih manusiawi dan berkeadilan di masa depan. (Kontributor: Mirza Timmerman).